Berdasarkan studi terbaru yang dilakukan oleh Yayasan Indonesia Cerah dan Institute for Policy and Development (PolDev) Unitrend, Universitas Gadjah Mada (UGM), pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara bisa lebih menguntungkan masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
Peneliti PolDev, Erythrina Orie, menuturkan bahwa sebanyak 85% penduduk yang tinggal di daerah dekat PLTU batu bara Cirebon-1, PLTU Pacitan, dan PLTU Pelabuhan Ratu, tidak menggantungkan pendapatannya dari aktivitas pembangkit listrik tersebut.
“Masyarakat tidak bergantung pada PLTU batu bara, baik secara langsung atau tidak langsung,” ungkap Orie dalam keterangan resminya, seperti dikutip dari Katadata.
Hasil studi ini mencatat hanya sekitar 15% responden yang menggantungkan pendapatannya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dari aktivitas PLTU. Sebagian besar pengelola PLTU lebih memilih menggunakan tenaga kerja outsourcing.
Temuan ini semestinya akan semakin memperkuat alasan untuk memensiunkan PLTU batu bara lebih awal ketimbang memilih metode alternatif lain untuk mengurangi emisi yang dihasilkannya, seperti misalnya menerapkan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon alias carbon capture and storage (CCS), yang diyakini membutuhkan biaya lebih besar.
Lebih lanjut, pensiun dini PLTU juga dinilai akan membawa dampak positif terhadap kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar.
Pasalnya, studi yang dilakukan PolDev juga menemukan bahwa kesehatan warga dengan rentang usia 14-44 tahun terganggu sejak ketiga PLTU tersebut beroperasi.
“Limbah fly ash yang dihasilkan baik oleh PLTU Cirebon-1 yang menggunakan batu bara berkapasitas penuh (100% coal), maupun PLTU yang menerapkan skema co-firing dengan biomassa seperti PLTU Pelabuhan Ratu dan Pacitan memicu banyak keluhan,” ungkap Orie.
Isu ini menjadi semakin serius ketika mayoritas masyarakat yang bermukim di sekitar PLTU tersebut merasa tidak dapat menyuarakan pendapatnya dengan bebas.
Transisi energi memang harus dilakukan dengan menjunjung tinggi keberadilan. JET Associate Yayasan Indonesia Cerah, Wicaksono Gitawan, mengatakan bahwa transisi energi berkeadlian, terutama melalui skema Just Energi Transition Partneship (JETP), harus terus dipantau tahun ini.
Sebagai informasi, PLTU Cirebon-1 dan Pelabuhan Ratu sudah masuk ke dalam rencana pensiun dini dalam dokumen Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) JETP dan akan menggunakan skema pembiayaan Energy Transition Mechanism (ETM) milik Asian Development Bank (ADB).
Jika semuanya berjalan sesuai rencana, PLTU Cirebon-1 akan berhenti beroperasi pada Desember 2035, atau sekitar 7 tahun lebih cepat dari rencana awalnya.