Sebagai negara yang ikut meratifikasi Persetujuan Paris, Indonesia telah menegaskan posisinya untuk mencapai net zero emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Komitmen tersebut dipertegas dengan peningkatan target kontribusi nasional (nationally determined contribution/NDC) sebesar 31,89% dengan upaya sendiri dan 43,20% dengan bantuan internasional.
Yang menjadi pertanyaan, hingga saat ini sejauh mana progres Indonesia dalam mencapai target net zero emission?
Artikel ini bermaksud memberikan gambaran umum terkait berbagai pencapaian yang dicatatkan Indonesia pada tahun 2023, yang berdampak langsung pada progres pemenuhan target NZE.
Lusinan pembangkit energi terbarukan baru dan pabrik hidrogen hijau
Sepanjang 2023, PLN telah berhasil mengoperasikan 28 pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) baru dengan total kapasitas sebesar 344 megawatt (MW).
Dari puluhan pembangkit EBT baru tersebut, ada satu yang paling mencuri perhatian, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata yang diresmikan pada 9 November 2023.
Menempati area waduk seluas 200 hektare, PLTS Terapung Cirata memiliki kapasitas produksi sebesar 145 MW, alias yang terbesar di seluruh Asia Tenggara.
2023 juga menjadi saksi atas peresmian 21 unit green hydrogen plant (GHP) milik PLN yang tersebar di berbagai lokasi di tanah air, dengan total kapasitas produksi hidrogen hijau yang diklaim mencapai angka 199 ton per tahun.
PLN turut mencatat adanya peningkatan penggunaan sertifikat energi terbarukan atau renewable energy certificate (REC) sebesar 75 persen pada tahun 2023.
Persisnya, total penggunaan REC pada tahun 2023 mencapai angka 3,08 terawatt hour (TWh) dari sekitar 296 pelanggan yang memiliki komitmen untuk menggunakan energi bersih.
Bukan cuma PLN, pengembangan proyek energi terbarukan di Indonesia juga ditangani oleh Pertamina, khususnya di sektor geotermal atau panas bumi.
Per 2023 lalu, Pertamina mengeklaim bahwa kapasitas produksi geotermalnya telah mencapai angka 672,5 MW, dan mereka berniat menambah kapasitas ekstra sebesar 340 MW dalam dua tahun ke depan.
Pensiun dini PLTU batu bara dan co-firing
Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar di Indonesia. Sebagai bagian dari upaya dekarbonisasi sektor energi, pemerintah Indonesia pun mengagendakan pensiun dini PLTU batu bara.
Per Juli 2023, Indonesia tercatat memiliki 249 unit PLTU batu bara yang beroperasi dengan total kapasitas sebesar 45.638 MW.
Angka tersebut diperkirakan masih bisa bertambah, sebab Kementerian ESDM baru berencana menghentikan pengembangan PLTU batu bara pada tahun 2030, disusul oleh penyetopan operasional seluruh PLTU batu bara pada 2058.
Rencana pemerintah untuk memensiunkan beberapa PLTU lebih cepat dari target awalnya mendapat dukungan penuh dari Asian Development Bank (ADB).
Sejauh ini, yang sudah memiliki jadwal pemberhentian spesifik adalah PLTU Cirebon-1, yakni pada Desember 2035, atau sekitar tujuh tahun lebih cepat daripada kontrak awalnya.
Selagi menanti realisasi pensiun dini PLTU batu bara, Kementerian ESDM juga berupaya untuk meminimalkan emisi yang dihasilkan oleh PLTU batu bara melalui program co-firing.
Pada 2023, tercatat sudah ada 43 PLTU yang mengimplementasikan co-firing, menghasilkan 1,04 TWh energi hijau dari penggunaan 991 ribu ton biomassa. Secara keseluruhan, program ini diyakini telah berhasil mengurangi emisi hingga sebesar 1,05 juta ton CO2.
Perluasan infrastruktur kendaraan listrik
Kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) terus menjadi pusat perhatian masyarakat dalam beberapa tahun terakhir. Per Oktober 2023 lalu, Kementerian ESDM mencatat sudah ada 74.988 unit sepeda motor listrik dan 20.414 mobil listrik yang beroperasi di Indonesia.
Pemerintah pun merespons animo yang kian meningkat ini dengan memperluas infrastruktur EV. Sepanjang 2023, PLN telah berhasil membangun 54 unit stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) baru.
Tercatat sejauh ini PLN telah menghadirkan 624 SPKLU di 411 titik lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Ke depannya, angka ini dipastikan akan terus bertambah, apalagi dengan adanya rencana PLN untuk mengubah beberapa tiang listrik menjadi SPKLU.
Bursa karbon dan revisi regulasi EV
Setelah beberapa lama diwacanakan, Indonesia akhirnya resmi memiliki bursa karbon nasional yang berfungsi sebagai wadah perdagangan kredit karbon bersertifikat.
Diresmikan pada September 2023, Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) yang dioperasikan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) ini langsung mencatatkan perdagangan 459.953 ton unit karbon pada hari pertamanya.
Bicara soal kebijakan, setidaknya ada dua penetapan regulasi pada tahun 2023 yang memiliki implikasi langsung terhadap progres pencapaian target net zero.
Yang pertama adalah revisi Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait syarat dan ketentuan program konversi sepeda motor listrik.
Berdasarkan revisi tersebut, masyarakat kini bisa mendapatkan subsidi dengan nilai yang lebih besar saat melakukan konversi sepeda motor konvensional menjadi sepeda motor listrik — dari sebelumnya 7 juta menjadi 10 juta rupiah.
Yang kedua adalah revisi Peraturan Presiden (Perpres) terkait kendaraan listrik, yang melonggarkan persyaratan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sekaligus menetapkan ketentuan pemberian insentif terhadap mobil listrik yang diimpor secara utuh alias completely built up (CBU).
Kemunduran di tengah kemajuan
Sayangnya, tidak semua pencapaian yang dicatatkan Indonesia pada 2023 bernada positif. Beberapa di antaranya juga cenderung bisa dikatakan sebagai suatu kemunduran.
Yang paling utama adalah terkait realisasi proyek EBT, yang pada tahun 2023 hanya mencatatkan angka 13,1%, jauh dari target 17,9% yang ditetapkan sebelumnya.
Buntutnya, pemerintah pun tengah mengusulkan wacana untuk menurunkan target bauran EBT pada tahun 2025 dari 23% menjadi 17-19%. Di mata para pengamat, hal ini menyiratkan lemahnya komitmen untuk melakukan transisi energi dan saratnya kepentingan untuk mempertahankan energi fosil.
Baru-baru ini, pemerintah juga telah resmi mengesahkan regulasi untuk kegiatan penangkapan dan penyimpanan karbon, atau carbon capture and storage (CCS).
Keputusan tersebut menuai kritik pedas dari kalangan pakar, yang menilai bahwa implementasi CCS justru akan memperpanjang umur bahan bakar fosil dan tidak sejalan dengan komitmen transisi energi.
Terakhir, isu deforestasi di Indonesia juga bertambah marak, khususnya di sektor industri pulp dan kertas. Studi terbaru menunjukkan adanya peningkatan deforestasi akibat industri pulp dan kertas hingga lima kali lipat pada tahun 2022 dibanding 2017.
Peningkatan deforestasi ini sejatinya merupakan indikasi bahwa regulasi yang pemerintah tetapkan belum cukup kuat untuk melindungi kawasan hutan Indonesia.
Gambar header: Freepik.