COP28 telah resmi berakhir. Konferensi iklim PBB ini berjalan cukup kontroversial tahun ini, namun itu tidak mencegah diambilnya komitmen dan kesepakatan yang signifikan.
Berlangsung sejak 30 November, rangkaian acara COP28 resmi ditutup pada 13 Desember, molor satu hari dari yang dijadwalkan sebelumnya. Alasannya tidak lain karena negosiasi yang berjalan alot di beberapa hari terakhir.
Berikut adalah ringkasan pencapaian-pencapaian penting yang berhasil dicatatkan dalam COP28.
Global Stocktake
Dibanding tahun-tahun sebelumnya, COP28 memiliki peran yang sangat penting karena ini merupakan kali pertama Global Stocktake digelar.
Secara sederhana, Global Stocktake adalah proses asesmen menyeluruh yang mengevaluasi progres dari negara-negara dalam mencapai target iklimnya masing-masing.
Hasil evaluasi Global Stocktake ini sangatlah krusial karena mencakup seluruh aspek yang didiskusikan, sekaligus akan dijadikan sebagai fondasi bagi negara-negara untuk memperbarui perencanaan aksi iklimnya.
Asesmen ini mengakui temuan ilmiah yang mengindikasikan bahwa emisi gas rumah kaca (GRK) global perlu dikurangi sebanyak 43% pada tahun 2030 — dibandingkan dengan tingkat emisi tahun 2019 — untuk membatasi kenaikan suhu global di bawah 1,5° C.
Di saat yang sama, asesmen tersebut juga mencatat bahwa dalam konteks memenuhi target yang ditetapkan dalam Persetujuan Paris, beberapa negara masih berada di luar jalur.
Seperti tercantum dalam dokumen final Global Stocktake, negara-negara diimbau untuk segera mengambil tindakan. Dua di antaranya adalah meningkatkan kapasitas energi terbarukan hingga tiga kali lipat dan menggandakan rata-rata tahunan tingkat peningkatan efisiensi energi secara global pada tahun 2030.
Bahan bakar fosil
Namun poin yang sangat penting dalam dokumen Global Stocktake berbunyi demikian: “Beralih dari bahan bakar fosil dalam sistem energi, dengan cara yang adil, teratur, dan merata.”
Ya, untuk pertama kalinya dalam hampir tiga dekade sejarah COP, negara-negara di dunia sepakat untuk beralih dari bahan bakar fosil, yang tidak lain merupakan penyebab utama perubahan iklim.
Bahasa yang digunakan memang tidak secara spesifik mengimbau negara-negara untuk menyetop penggunaan bahan bakar fosil, tapi setidaknya ini merupakan awal yang baik.
Direktur Eksekutif UNEP, Inger Andersen, menyimpulkan sentimen ini dengan sangat baik.
“Kesepakatan ini memang tidak sempurna, tapi satu hal yang jelas: dunia tidak lagi menyangkal adiksi membahayakan kita akan bahan bakar fosil,” ucap Andersen, seperti dikutip dari The Independent.
PBB sendiri juga menyebut kesepakatan ini sebagai “awal dari berakhirnya era bahan bakar fosil.”
Dana kehilangan dan kerusakan
Status Uni Emirat Arab (UEA) sebagai salah satu negara produsen minyak bumi terbesar membuat publik meragukan kapasitasnya sebagai tuan rumah COP28.
Meski begitu, hari pertama COP28 dibuka dengan pengumuman yang cukup penting, yakni diluncurkannya kerangka kerja untuk program dana kehilangan dan kerusakan (loss and found).
Draf mengenai program ini pertama kali dibuat pada COP27 tahun lalu. Di COP28, programnya tak hanya disepakati, tetapi juga langsung diisi dengan komitmen negara-negara beserta besaran anggaran yang masing-masing persiapkan.
Earth.org melaporkan bahwa total dana yang terkumpul sejauh ini telah melebihi $700 juta. Namun sayangnya ini masih sangat jauh dari dana yang diperlukan oleh negara-negara berkembang dalam menghadapi krisis iklim, yang diperkirakan mencapai angka $400 miliar per tahun.
Pendanaan iklim
COP28 menjadi saksi atas pengumuman sejumlah program pendanaan iklim, termasuk beberapa yang ditujukan untuk sektor yang lebih spesifik, seperti misalnya sektor kesehatan maupun sektor pangan.
Yang paling utama adalah program pendanaan senilai $30 miliar yang diumumkan oleh UEA dan didukung oleh sejumlah investor terbesar di dunia.
Berdasarkan laporan Climate Home News, program bernama Alterra ini cukup unik karena memiliki agenda untuk mencari laba dengan cara berinvestasi ke perusahaan-perusahaan hijau. Targetnya, program ini diharapkan bisa memobilisasi pendanaan sebesar $250 miliar pada tahun 2030.
Green Climate Fund (GCF), program pendanaan iklim yang sudah berjalan sejak tahun 2010, juga mendapat suntikan dana segar dari enam negara di COP28.
Keenam negara tersebut adalah Amerika Serikat, Australia, Estonia, Italia, Portugal, dan Swiss, dengan total anggaran sebesar $3,5 miliar. Secara total, GCF kini mencatatkan anggaran sebesar $12,8 miliar dari total 31 negara.
Sebanyak delapan negara mengumumkan komitmen barunya untuk Least Developed Countries Fund dan Special Climate Change Fund, menyumbangkan lebih dari $174 juta untuk kedua program tersebut.
Tidak kalah penting adalah suntikan dana baru sebesar $188 juta untuk Adaptation Fund, program dana internasional yang telah berlangsung sejak 2007.
Penetapan lokasi COP selanjutnya
Sesuai prosedur, lokasi acara COP selanjutnya juga telah ditetapkan di COP28, yakni Azerbaijan untuk COP29 yang akan berlangsung pada 11-22 November 2024, dan Brasil untuk COP30 yang akan berlangsung pada 10-21 November 2025.
Pemilihan negara Azerbaijan sendiri dinilai kontroversial karena sama halnya dengan UEA, Azerbaijan juga merupakan negara penghasil minyak bumi.
Meski begitu, kompromi ini harus diambil karena aturan yang menetapkan bahwa tuan rumah COP tahun depan harus dari benua Eropa, namun di saat yang sama Rusia justru memutuskan untuk menggunakan hak vetonya terhadap semua kandidat negara dari Uni Eropa.
Terlepas dari lokasinya, salah satu agenda COP29 adalah penetapan target pendanaan iklim baru berdasarkan perkembangan dan urgensi yang ada. Lanjut di COP30, negara-negara akan diminta untuk menyiapkan draf NDC (Nationally Determined Contribution) baru.