Selama sekitar dua bulan beroperasi sejak Oktober hingga Desember 2023, Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), atau yang juga dikenal dengan nama Whoosh, tercatat telah melayani lebih dari 1 juta penumpang.
Dilihat dari sudut pandang keberlanjutan, penggunaan kereta cepat Whoosh memiliki dampak yang positif. Pasalnya, jejak karbon yang dihasilkan lebih rendah ketimbang menggunakan kendaraan pribadi.
Rahmi Puspita Sari, seorang analis dari Institute for Essential Services Reform (IESR), menjabarkan dampak lingkungan kereta cepat Whoosh terkait pencapaian rekor 1 juta penumpangnya.
Berdasarkan hasil hitung-hitungan kasarnya, 1 juta penumpang kereta cepat Whoosh ini berkontribusi terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar kurang lebih 13 ton.
Angka tersebut didapat dari perbandingan antara jejak karbon yang dihasilkan kereta cepat dan mobil pribadi, serta asumsi bahwa seluruh penumpang kereta cepat sebelumnya menggunakan mobil pribadi untuk 100 persen perjalanan mereka.
“Menurut berbagai literatur terkini, pengguna kereta cepat saat ini menghasilkan sekitar 0,06 gram CO2 per kilometer per penumpang, jauh lebih rendah dibandingkan dengan kendaraan pribadi seperti mobil yang mencatat sekitar 0,15 gram CO2 per kilometer per penumpang,” jelas Rahmi, seperti dikutip dari Kompas.com.
Sebagaimana diketahui, kereta cepat Whoosh menggunakan tenaga listrik sehingga tidak menghasilkan emisi GRK secara langsung. Hal ini tentu juga berdampak positif terhadap kebersihan udara.
Rute Jakarta-Bandung tentu belum bisa merepresentasikan tren penggunaan transportasi umum secara menyeluruh, namun ini tetap merupakan awal yang baik, apalagi mengingat ke depannya sudah ada wacana untuk memperpanjang rute Whoosh hingga ke kota Surabaya.
Menurut Rahmi, perpanjangan rute kereta cepat berpotensi untuk semakin meningkatkan pengurangan emisi GRK, sebab yang menjadi target konsumennya bukan lagi sebatas pengguna mobil, melainkan juga pengguna pesawat terbang.
Pesawat, seperti yang kita tahu, adalah salah satu moda transportasi dengan jejak karbon yang paling tinggi, sekaligus yang paling sulit untuk dielektrifikasi.
Pengalihan pengguna pesawat ke kereta cepat, meski hanya sebagian, diharapkan bisa membantu upaya dekarbonisasi di sektor tersebut. Semoga saja realisasinya bisa cepat, sehingga dapat membantu pencapaian target net zero Indonesia pada tahun 2060.