Jika dibandingkan dengan era sebelum Revolusi Industri, suhu Bumi sekarang 1,1 derajat Celcius lebih tinggi. Suhu Bumi naik karena peggunaan bahan bakar fosil menghasilkan emisi karbon dioksida. Kenaikan suhu Bumi ini menyebabkan berbagai bencana, mulai dari gelombang panas atau heatwave, badai, sampai naiknya tinggi air laut.
Sepanjang Juli 2023, Eropa Selatan diterpa gelombang panas ekstrem, sementara kebakaran melanda Yunani, Spanyol, dan Swiss. Di Tiongkok, suhu di luar ruangan mencapai 50 derajat Celcius. Selain itu, Korea Selatan, Jepang, dan bagian utara dari India mengalami banjir.
Hannah Cloke, ahli iklim dan dosen di University of Reading, Inggris mengatakan bahwa semua bencana ini hanyalah awal dari bencana yang akan muncul akibat pemanasan global. Seiring dengan naiknya suhu Bumi, maka iklim pun akan menjadi ekstrem. Dan akan muncul semakin banyak bencana.
“Cuaca ekstrem akan menjadi semakin intens dan pola cuaca bisa berubah tanpa bisa kita duga,” kata Peter Scott, Science Fellow di UK Met Office pada CNN. Sementara itu, Vikki Thompson, peneliti iklim di Royal Netherlands Meteorological Institute mengatakan bahwa di masa depan, akan ada banyak negara yang kesulitan untuk beradaptasi dengan cuaca ekstrem ini.
“Kita akan melihat berbagai kejadian yang akan memunculkan dampak tidak terduga,” ujar Thompson. “Panas yang ekstrem bisa saja diikuti oleh hujan deras. Dan hal ini akan mempengruhi agrikultur, ekosistem, dan masyarakat.”
Selain menyebabkan bencana, cuaca ekstrem juga punya dampak buruk pada kesehatan. Suhu terlalu tinggi dapat menyebabkan seseorang mengalami heat exhaustion atau bahkan heatstroke. Bayi dan orang-orang yang sudah lanjut usia lebih rentan terkena heat exhaustion atau heatstroke ketika mereka terpapar pada suhu tinggi. Begitu juga dengan orang-orang yang sering beraktitvitas di luar ruangan. Cuaca ekstrem juga bisa memperburuk keadaan dari orang-orang yang memiliki penyakit pernapasan, diabetes, atau penyakit jantung, menurut laporan Al Jazeera.
Menurut studi medis, The Lancet, pada 2021, cuaca panas menyebabkan hampir 500 ribu kematian per tahun. Satu hal yang harus diingat, data dari banyak negara dengan pemasukan rendah tidak masuk dalam studi tersebut. Jadi, kemungkinan, korban akibat cuaca ekstrem justru lebih tinggi.
Liz Stephens, peneliti dari risiko iklim di University of Reading, Inggris mengatakan bahwa gelombang panas merupakan pembunuh senyap alias silent killer. Karena, jumlah korban dari gelombang panas biasanya baru akan diketahui beberapa bulan setelah heatwave berlalu.
Sumber header: SciTech Daily