Pembangkit listrik tenaga angin, atau yang juga sering disebut dengan nama pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), memegang peran yang sangat penting dalam upaya transisi menuju energi baru terbarukan (EBT).
Dengan kinerja yang andal dan output yang bersih, wajar apabila PLTB semakin banyak digunakan di berbagai negara, termasuk halnya Indonesia.
Namun seperti apa sebenarnya cara kerja PLTB? Apa saja kelebihan dan kekurangan yang dimiliki PLTB? Dan bagaimana potensi pengembangan PLTB?
Berikut penjelasannya.
Pengertian dan cara kerja pembangkit listrik tenaga angin/PLTB
Seperti yang sudah bisa ditebak, PLTB menggunakan energi angin sebagai sumber utamanya. Pergerakan angin yang kuat akan menabrak turbin dan membuat baling-baling atau bilah turbinnya berputar.
Putaran tersebut berperan sebagai energi kinetik, yang kemudian diteruskan ke generator untuk diubah menjadi energi listrik.
Secara umum, pembangkit listrik tenaga angin terdiri dari empat komponen utama: turbin, generator, menara, serta sistem pengontrol dan pemantau.
Turbin adalah bagian terpenting dari pembangkit listrik tenaga angin. Jenisnya ada banyak, namun kalau menurut ensiklopedia Britannica, turbin angin dapat diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan sumbu porosnya: vertikal dan horizontal.
Apa pun orientasi turbinnya, putarannya akan menggerakkan generator, yang kemudian akan bekerja untuk mengubah energi kinetik dari putaran turbin menjadi energi listrik.
Turbin tersebut biasanya dipasang pada menara yang cukup tinggi. Ini penting karena hembusan angin cenderung lebih kencang di ketinggian.
Selain itu, hampir semua PLTB juga dilengkapi dengan sistem pengontrol dan pemantau yang canggih untuk mengoptimalkan kinerja turbin, mengarahkannya menghadap arah angin yang optimal, dan melindunginya dari kondisi cuaca ekstrem.
Kelebihan dan kekurangan pembangkit listrik tenaga angin/PLTB
Sebagai salah satu sumber energi terbarukan, energi angin tentu memiliki banyak kelebihan. Yang paling utama adalah ketersediaannya yang melimpah dan nyaris tidak terbatas.
Proses pembangkitan listrik dari tenaga angin juga tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) ataupun pencemaran udara. Alhasil, penggunaan PLTB dapat berkontribusi secara langsung pada upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Terlepas dari investasi awalnya, PLTB umumnya memiliki biaya operasional yang relatif rendah.
Terkait kekurangannya, kinerja PLTB sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan fluktuasi angin. Alhasil, produksi listrik dari PLTB akan bervariasi dari waktu ke waktu.
PLTB juga biasanya hanya efektif di daerah yang memiliki hembusan angin yang kencang sekaligus konsisten. Dengan kata lain, tidak semua tempat bisa dijadikan lahan operasional PLTB.
Kebutuhan lahan PLTB juga relatif luas, terutama jika ingin menghasilkan daya yang signifikan dengan mengoperasikan banyak turbin angin sekaligus. Itulah mengapa selain di darat, PLTB juga banyak dibangun di area lepas pantai.
Potensi pengembangan PLTB
Pengembangan PLTB secara global tumbuh pesat dalam dua dekade terakhir.
Berdasarkan data International Renewable Energy Agency (IRENA), dalam periode 2009-2019, produksi listrik dari energi angin telah meningkat sebanyak lima kali lipat menjadi 1.412 TWh.
Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, namun salah satu yang paling utama adalah kemajuan teknologi dan efektivitas turbin angin.
Di tahun 1985, mayoritas turbin angin memiliki kapasitas 0,05 MW dengan diameter rotor sepanjang 15 meter. Dewasa ini, kapasitas turbin angin bisa mencapai angka 3-4 MW untuk PLTB di darat, atau 8-12 MW untuk PLTB lepas pantai.
Ukuran turbin dan panjang bilahnya memang berpengaruh langsung pada output listrik yang dihasilkan.
Pada bulan Juli 2023, perusahaan asal Tiongkok, Mingyang Smart Energy, berhasil menciptakan turbin angin lepas pantai terbesar dengan kapasitas 16 MW dan diameter rotor sepanjang 260 meter.
Indonesia sendiri sejauh ini telah memiliki beberapa pembangkit listrik tenaga angin. PLTB skala komersial pertama di Indonesia adalah PLTB Sidrap di provinsi Sulawesi Selatan yang telah beroperasi sejak Juli 2018.
PLTB Sidrap memiliki kapasitas 75 MW yang berasal dari 30 turbin, masing-masing dengan kapasitas 2,5 MW. Turbin ini memiliki panjang baling-baling 57 meter dan terpasang pada menara setinggi 80 meter.
Pengembangan PLTB Sidrap diperkirakan memakan biaya sebesar $150 juta, dengan lama pembangunan sekitar 2,5 tahun.
Gambar header: Freepik.