Dampak dari pemanasan global semakin nyata. Tidak heran jika semakin banyak orang yang tertarik untuk mengikuti gaya hidup yang sustainable. Selain individu, pihak lain yang punya peran penting dalam meminimalisir efek rumah kaca adalah perusahaan konstruksi. Karena, ternyata, konstruksi dari bangunan membutuhkan lebih dari satu per tiga sumber daya di dunia.
Tak hanya itu, konstruksi bangunan juga membutuhkan 40% dari total energi global dan memberikan kontribusi 40% pada total emisi gas rumah kaca.
Kabar baiknya, pemerintah Indonesia telah sadar akan hal ini dan memulai gerakan green property. Di 2015, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengeluarkan peraturan baru, yaitu Peraturan Menteri PUPR Nomor 1 Tahun 2015, tentang Bangunan Gedung HIjau. Berdasarkan peraturan teresbut, semua bangunan yang memiliki luas lebih dari 5 ribu meter persegi harus memiliki sertifikasi Green Building.
Sayangnya, program green property dari pemerintah tampaknya masih belum berjalan secara optimal. Di Jakarta sekalipun, tidak semua gedung telah mematuhi peraturan terkait Bangunan Gedung Hijau.
Menurut Kompas, hanya 44% gedung baru di Jakarta yang sudah memenuhi persyaratan pemerintah. Data dari Green Building Council Indonesia (GBCI) menunjukkan, sampai 2022, hanya ada 60 gedung di Indonesia yang telah mendapatkan sertifikat bangunan hijau, sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh GBCI. Sebagai perbandingan, Jakarta punya 184 gedung bangunan tinggi, menurut data dari Council on Tall Buildings and Urban Habitat (CTBUH).
GBCI mengelompokkan pemegang sertifikat greenship ke dalam 4 kategori: Platinum, Gold, Silver, dan Bronze. Di Jakarta, ada 22 gedung yang masuk dalam kategori Platinum, dengan nilai lebih dari 73% poin. Sementara itu, 35 gedung ada di kategori Gold, yang berarti mereka mendapatkan nilai lebih dari 57% poin. Dan 3 gedung masuk dalam kategori Silver, yang mendapatkan lebih dari 46% poin.
Meskipun sebagian gedung baru telah mendapatkan sertifikat greenship, gedung lama masih belum. Padahal, gedung lama menghabiskan energi yang lebih besar. Tak berhenti sampai di sana, lahan hijau di Jakarta juga masih sangat kurang. Kabar baiknya, ada cara lain untuk meminimalisir emisi gas rumah kaca di kota. Salah satunya, dengan menerapkan gerakan green roof alias atap hijau.
Keberadaan green roof memberikan sejumlah manfaat, menurut studi dari University of Toronto. Salah satunya, green roof dapat menyerap hujan. Selain itu, green roof juga bisa mengurangi efek pemanasan global dan menjadi zona isolasi untuk penghijauan. Gedung yang memiliki green roof juga mendapatkan keuntungan tersendiri, yaitu daya tahan yang lebih baik. Karena, green roof dapat melindungi bangunan dari sinar ultraviolet.
Sumber header: Waste4Change