COP28 sudah berlangsung separuh jalan, namun sejauh ini belum ada tanda-tanda kemunculan kesepakatan untuk menghapuskan penggunaan bahan bakar fosil secara penuh.
Topik tersebut menjadi bahan perdebatan terhangat sejauh ini — apakah sebatas mengurangi penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap saja sudah cukup, atau dunia perlu untuk benar-benar menghentikannya secara penuh?
Produksi energi menggunakan bahan bakar fosil merupakan salah satu penyebab utama perubahan iklim.
Sayangnya, menyetop konsumsi bahan bakar fosil tidaklah segampang itu. Pasalnya, terlepas dari peningkatan produksi energi dari sumber terbarukan, sekitar 80% dari total pasokan energi dunia masih berasal dari bahan bakar fosil.
Berdasarkan laporan Reuters, sejauh ini setidaknya ada 80 negara yang mengusulkan adanya kesepakatan untuk menghapus penggunaan bahan bakar fosil di COP28.
“Penghapusan merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dan tujuannya adalah sistem energi yang tidak menghasilkan emisi,” ucap Menteri Luar Negeri Norwegia, Espen Barthe Eide, kepada Reuters.
“Bukan rendah emisi, tapi bebas emisi,” imbuhnya.
Norwegia sendiri merupakan salah satu produsen minyak bumi dan gas terbesar di Eropa, namun itu rupanya tidak mencegah mereka mengambil posisi yang memihak seperti ini.
Selain Norwegia, dukungan serupa juga datang dari Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa, sejumlah negara Afrika seperti Kenya dan Ethiopia, beberapa negara Amerika Latin seperti Cile dan Kolombia, serta negara-negara kepulauan kecil yang rentan terhadap perubahan iklim.
Menurut narasumber Reuters, pihak yang menentang penghapusan bahan bakar fosil antara lain mencakup Rusia, Arab Saudi, dan Tiongkok. Ketiganya tentu saja merupakan negara dengan kapasitas produksi bahan bakar fosil yang sangat besar.
Penentangan juga datang dari beberapa negara Afrika, namun dengan alasan yang berbeda.
Perwakilan negara-negara Afrika mengungkapkan bahwa mereka baru akan setuju dengan satu syarat, bahwa negara-negara kaya yang sudah sejak lama memproduksi dan mengonsumsi bahan bakar fosil, berhenti lebih dulu.
“Menyuruh Uganda untuk menyetop bahan bakar fosil adalah sebuah penghinaan. Ini ibarat Anda menyuruh Uganda untuk tetap berada dalam kemiskinan,” ujar Menteri Energi Uganda, Ruth Nankabirwa.
Dengan kata lain, negara-negara seperti Uganda dan Mozambik akan mendukung kesepakatan untuk menghapus bahan bakar fosil, dengan catatan mereka diizinkan untuk memanfaatkan sumber daya ini dalam jangka pendek, selagi negara-negara produsen lainnya berhenti lebih awal.
Dengan sisa hanya beberapa hari saja, mampukah COP28 mencetak sejarah dan menetapkan perjanjian untuk menghapus penggunaan bahan bakar fosil sepenuhnya? Kita tunggu saja perkembangannya.