Emisi karbon dioksida dari konsumsi bahan bakar fosil capai rekor tertinggi tahun ini

Emisi CO2 dari Bahan Bakar Fosil Capai Rekor Tertinggi Tahun Ini

Emisi karbon dioksida (CO2) dari konsumsi bahan bakar fosil mencapai rekor tertingginya tahun ini di angka 36,8 miliar ton.

Klaim tersebut datang dari laporan terbaru Global Carbon Project, yang mencatat kenaikan emisi CO2 dari konsumsi bahan bakar fosil sebesar 1,1% dibanding tahun 2022.

Dipadukan dengan emisi dari sumber lain, seperti misalnya deforestasi, diperkirakan total emisi CO2 secara global akan mencapai angka 40,9 miliar ton pada tahun 2023.

Dalam laporan tersebut, tercatat bahwa emisi dari semua jenis bahan bakar fosil mengalami peningkatan.

Emisi dari batu bara, yang menyumbang sekitar 41% dari total emisi global, mengalami peningkatan sebesar 1,1%.

Emisi dari minyak bumi juga naik sebesar 1,5% dan bertanggung jawab atas 32% dari total emisi global. Demikian pula emisi dari gas alam yang naik sekitar 0,5%.

Laporan ini juga memproyeksikan rata-rata konsentrasi CO2 di atmosfer sebesar 419,3 juta bagian per juta (parts per million/ppm), atau kurang lebih 51% lebih tinggi ketimbang era pra-industri.

Pierre Friedlingstein, peneliti yang memimpin pembuatan laporan tersebut, mengungkapkan bahwa tindakan untuk mengurangi emisi karbon dari konsumsi bahan bakar fosil masih terlampau minim, dan ini tentu bisa membawa dampak yang semakin parah.

“Saat ini tampaknya tidak dapat dihindari bahwa kita akan melampaui target 1,5° C dari Persetujuan Paris, dan bahkan untuk mempertahankan target 2° C, para pemimpin yang bertemu di COP28 harus menyepakati pengurangan emisi bahan bakar fosil secara cepat,” ungkapnya.

Apabila tingkat emisi yang ada dibiarkan dan tidak segera ditangani, para peneliti memprediksi adanya 50% kemungkinan ambang kenaikan suhu global sebesar 1,5° C terlampaui dalam kurun waktu tujuh tahun.

Pada hari ketiga COP28, sebanyak 117 negara sepakat untuk meningkatkan kapasitas produksi energi terbarukan hingga tiga kali lipat pada tahun 2030.

Ini tentu merupakan indikasi yang positif, namun para peneliti menilai bahwa menggenjot produksi energi bersih saja tidak cukup dan harus dibarengi dengan penghapusan bahan bakar fosil.

Kepada The Guardian, Glen Peters selaku salah satu peneliti yang terlibat dalam pembuatan laporan ini mengatakan bahwa belum ada upaya yang berarti dari pemerintah untuk menindak penggunaan bahan bakar fosil.

“Mendukung energi bersih saja tidak cukup. Perlu ada kebijakan untuk mendorong bahan bakar fosil keluar dari sistem energi,” ujarnya.

Gambar header: Freepik.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *