Kehadiran bursa karbon nasional membantu pembangkit listrik PLN untuk menurunkan emisi yang dihasilkan melalui perdagangan karbon.
Pada tahun 2024 ini, PLN Nusantara Power (PLN NP) menargetkan adanya peningkatan upaya penurunan emisi melalui perdagangan karbon hingga setara 2 juta ton CO2.
Angka tersebut sekitar dua kali lipat dibandingkan realisasi tahun 2023, dan penetapan target baru ini didasari oleh proyeksi setidaknya 13 pembangkit listrik yang akan terlibat dalam perdagangan karbon tahun ini.
“Tahun lalu kan hampir 1 juta ton, tahun ini mungkin 2 juta ton CO2. Ada 13 PLTU (pembangkit listrik tenaga uap) yang dilibatkan,” ungkap Karyawan Aji selaku Direktur Management Human Capital and Administrasi PT PLN Nusantara Power, seperti dikutip dari Antara.
Selain itu, demi mencapai target net zero emission (NZE), PLN NP juga berniat meningkatkan kapasitas pembangkit berbasis energi baru terbarukan. Targetnya sendiri adalah hingga 6,3 gigawatt (GW) pada tahun 2030.
Menurut Aji, pembangunan pembangkit energi terbarukan dan perdagangan karbon yang dijalan oleh perusahaan merupakan upaya nyata dalam mendorong transisi energi, dengan tujuan akhir untuk mencapai target NZE.
Ia menekankan bahwa perusahaan yang membangun pembangkit berbasis energi terbarukan berhak membuat sertifikat karbon dan sertifikasi pengurangan emisi.
“Artinya dari emisi itu dapat diperjualbelikan dan mendorong adanya tambahan lain, sehingga secara keekonomian perusahaan yang membangun renewable (power plant) akan berkurang bebannya. Sebaliknya perusahaan-perusahaan yang mengoperasikan CO2 bebannya akan bertambah,” jelas Aji.
Sebagai informasi, partisipasi PLN NP dalam perdagangan karbon di IDX Carbon pada tahun 2023 tergolong cukup agresif.
Saat bursa karbon nasional itu baru saja diresmikan pada bulan September, PLN NP tercatat menjadi trader terbesar dengan perdagangan karbon setara hampir 1 juta ton CO2.