Pemanasan global menyebabkan berbagai bencana, termasuk gelombang panas atau heatwave. Studi baru menunjukkan bahwa cuaca panas ekstrem tidak hanya membahayakan kesehatan perempuan, tapi juga membuat pemasukan mereka berkurang.
Dalam studi yang mengamati dampak cuaca panas ekstrem pada perempuan di Amerika Serikat, India, dan Nigeria, diketahui bahwa setiap tahun, perempuan di tiga negara itu kehilangan pemasukan potensial sebesar US$120 miliar karena mereka harus mengurangi durasi kerja akibat cuaca ekstrem.
“Kita tahu bahwa komunitas yang menyejahterakan perempuan akan ikut sejahtera. Dan laporan kami menjadi bukti adanya cuaca panas ekstrem memperlebar jurang kesenjangan antara perempuan dan laki-laki,” kata Kathy Baughman McLeod, Director dari the Adrienne Arsht-Rockefeller Foundation Resilience Center dan penulis studi terkait dampak cuaca ekstrem pada perempuan, dikutip dari Scientific American.
“Secara garis besar, studi ini menunjukkan bahwa cuaca panas ekstrem menyebabkan perempuan yang masuk dalam kategori miskin menjadi semakin miskin dan mendorong perempuan yang sudah berhasil selamat dari kemiskinan kembali jatuh ke dalam kemiskinan.”
Tanpa memperhitungkan cuaca ekstrem, telah ada kesenjangan dalam pemasukan yang didapat oleh perempuan, jika dibandingkan dengan laki-laki. Tak hanya itu, di negara-negara berkembang, banyak perempuan yang bekerja di sektor informal. Tidak jarang, para pekerja perempuan itu harus bekerja di lingkungan yang tidak kondusif. Mereka kesulitan untuk mendapatkan gaji yang adil, cuti sakit, atau asuransi kesehatan.
“Perempuan memang menghabiskan waktu lebih sedikit di luar ruangan, jika dibandingkan dengan laki-laki. Namun, di India, persentase pekerja perempuan yang bekerja di ruangan dengan AC hanya mencapai sembilan persen. Di Nigeria, angka ini turun menjadi empat persen,” tulis studi berjudul Extreme Heat Inflames Gender Inequalities ini.
Selain bekerja, para perempuan juga biasanya bertanggung jawab atas tugas rumah, seperti memasak, membersihkan rumah, atau mengumpulkan air. Semua tugas ini mengharuskan perempuan untuk bekerja di suhu tinggi. Padahal, bekerja terlalu lama di tengah cuaca ekstrem bisa menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti kelelahan, sakit kepala, dan turunnya tingkat konsentrasi.
Di India, perempuan sudah harus bekerja lebih lama untuk gaji yang lebih sedikit. Ketika cuaca menjadi semakin panas, para perempuan dihadapkan pada dua pilihan yang tidak menyenangkan: bekerja meski kesehatan mereka terancam, atau diam di rumah tanpa punya penghasilan.
Di tengah cuaca ekstrem, produktivitas perempuan turun. Dan hal ini akan berdampak langsung pada pemasukan mereka. Di India, para perempuan kehilangan 19% dari total durasi bekerja mereka karena cuaca panas ekstrem. Sementara di Nigeria, para perempuan kehilangan waktu selama hampir lima jam setiap minggu. Tak hanya itu, cuaca ekstrem juga membuat perempuan yang bekerja di bidang agrikultur, konstruksi, dan layanan lain berkurang.