2023 bukan tahun yang bagus bagi sektor energi terbarukan di Indonesia. Pasalnya, realisasi energi baru terbarukan (EBT) hingga tahun kemarin hanya sebesar 13,1 persen, jauh dari target 17,9 persen yang ditetapkan.
Lebih parah lagi, produksi dan pemanfaatan energi fosil di Indonesia justru meningkat drastis pada tahun 2023.
Produksi batu bara misalnya, menembus angka 775 juta ton pada 2023, jauh melampaui target yang ditetapkan sebesar 695 juta ton.
Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai tren ini berlawanan dengan semangat transisi energi menuju net zero emission (NZE) yang telah pemerintah gaungkan sejak 2021.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, melihat rendahnya pencapaian bauran target energi terbarukan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Salah satunya adalah mundurnya waktu penyelesaian sejumlah proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) yang menjadi andalan pemerintah, seperti PLTA Batang Toru, PLTP Baturaden, dan PLTP Rajabasa.
Juga berpengaruh adalah proses revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2021 yang tak kunjung rampung, yang dinilai menghambat implementasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap.
Fabby menjelaskan bahwa adopsi PLTS atap di sektor residensial dan bisnis pada tahun 2023 turun masing-masing sebesar 20 persen dan 6 persen.
“Akibatnya, berdasarkan analisis IESR, pada kuartal kedua 2023, kapasitas terpasang dari PLTS atap kumulatif hanya mencapai 100 MW, jauh di bawah target yang seharusnya mencapai 900 MW pada tahun 2023,” jelas Fabby, seperti dikutip dari Kontan.
IESR merekomendasikan beberapa opsi yang bisa diambil oleh pemerintah demi mengejar target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025.
Salah satunya adalah mempercepat eksekusi proyek-proyek yang sudah kontrak, khususnya dari pihak independent power producer (IPP).
Tidak cukup sampai di situ saja, pemerintah juga harus mendesak PLN untuk melakukan lelang pembangkit skala besar secara reguler selama 2024.
Penyederhanaan negosiasi Perjanjian Jual Beli Listrik (Power Purchase Agreement/PPA) juga diyakini akan sangat membantu eksekusi banyak proyek tahun ini.
Dalam konteks pertumbuhan investasi energi terbarukan, pemerintah diharapkan juga bisa dengan cepat mempersiapkan lingkungan yang kondusif.
Salah satu caranya dengan meninjau ulang subsidi batu bara lewat skema domestic market obligation (DMO) dan domesti coal pricing obligation untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) PLN.