PLN belum lama ini mengungkapkan langkah-langkah strategis yang akan diambilnya untuk mempercepat transisi energi Indonesia dalam Conference on the Electric Power Supply Industry (CEPSI) yang diselenggarakan di Tiongkok pada tanggal 20 Oktober lalu.
Dalam konferensi tersebut, Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menjelaskan bahwa perusahaannya telah merancang skenario “accelerated renewable energy development“.
Skenario ini mencakup pembangunan jaringan transmisi berkelanjutan (atau yang dikenal sebagai green transmission line) serta pengembangan smartgrid dan flexible generation.
Menurut Darmawan, dalam upaya transisi energi, PLN bertekad untuk secara agresif meningkatkan andil energi baru dan terbarukan (EBT) hingga 75 persen dan mengurangi andil gas alam hingga 25 persen pada tahun 2040.
Sebagai negara kepulauan dengan beragam sumber daya alam, Indonesia menghadapi tantangan tersendiri dalam upaya transisi ini, yakni bagaimana sumber energi EBT tersebar luas dan terkadang terpisah jauh dari pusat konsumsi.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, PLN merencanakan pengembangan green transmission line yang dapat menghubungkan sumber energi EBT dengan pusat permintaan energi, sehingga menciptakan sinergi yang lebih baik.
Darmawan menjelaskan bahwa sumber energi EBT, yang sebagian besar bersifat intermiten atau tidak stabil, akan diatasi melalui pembangunan smartgrid dan flexible generation.
Hal ini akan memungkinkan penyediaan listrik dari sumber EBT dalam jumlah lebih besar tanpa mengkhawatirkan ketidakstabilan pasokan.
Dengan serangkaian langkah strategis ini, PLN optimistis Indonesia akan dapat mencapai target net zero emission (NZE) pada tahun 2060.
Selain itu, semenjak pemerintah Indonesia menyatakan komitmen untuk mencapai target NZE pada tahun 2060 tiga tahun silam, PLN juga telah mengambil langkah-langkah strategis dalam upaya dekarbonisasi.
Langkah-langkah yang dimaksud termasuk pengurangan proporsi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL), serta transisi ke pembangkit listrik berbahan bakar gas yang mampu mengurangi emisi karbon hingga 3,5 juta ton CO2 per tahun.
“Kami juga terus mengembangkan inovasi teknologi dengan melakukan teknologi co-firing biomassa, pengembangan hidrogen hijau, serta kajian terkait carbon capture storage. Upaya-upaya ini secara paralel mampu mereduksi emisi,” ucap Darmawan, seperti dikutip dari Antara.
Sebelumnya, PLN memang telah resmi mengoperasikan fasilitas baru untuk memproduksi hidrogen hijau hingga sebanyak 51 juta ton setiap tahunnya. Pencapaian tersebut disambut baik oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan pelaku industri otomotif.
Darmawan pun tak lupa menekankan bahwa PLN sangat terbuka untuk bekerja sama dengan berbagai pihak. Dia menyatakan bahwa upaya PLN dalam mengurangi emisi karbon memerlukan dukungan dari semua pihak, termasuk mitra dari Tiongkok.
Gambar header: Freepik.