Perubahan iklim dapat menggerus nilai PDB negara secara signifikan

Perubahan Iklim Dapat Menggerus PDB Negara Secara Signifikan

Peristiwa cuaca ekstrem akibat perubahan iklim dapat menimbulkan kerugian besar bagi ekonomi dunia. Di negara kepulauan, dampaknya bahkan bisa berkali lipat.

Bermacam bencana yang dipicu oleh perubahan iklim bisa menggerus nilai produk domestik bruto (PDB) negara kepulauan hingga 50 persen, atau bahkan sampai 100 persen untuk sejumlah negara.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengatakan bahwa hal ini memiliki potensi untuk semakin memperparah kesenjangan ekonomi, yang kemudian dapat memengaruhi kesejahteraan dan ketangguhan masyarakat dalam beradaptasi dan memitigasi perubahan iklim.

“Berdasarkan data WMO (World Meteorological Organization), kerugian ekonomi dunia dari kejadian ekstrem cuaca, iklim, dan air terbukti meningkat pesat,” ujar Dwikorita, seperti dikutip dari Kompas.com.

Sejak 2010-2019, kerugian yang disebabkan oleh berbagai dampak perubahan iklim ditaksir mencapai angka $1.476,2 miliar.

Angka tersebut naik sekitar 1,5 kali lipat jika dibandingkan dengan kerugian yang timbul pada periode 2000-2009 maupun 1990-1999.

Dwikorita juga mengatakan bahwa saat ini ada kesenjangan yang cukup lebar antara negara maju, negara berkembang, negara kepulauan, dan negara miskin dalam hal kapasitas sosial-ekonomi serta teknologi untuk beradaptasi dan memitigasi dampak perubahan iklim.

Merujuk pada laporan WMO, Dwikorita mengatakan bahwa 60 persen kerugian bencana di negara maju terjadi akibat perubahan iklim. Namun dampaknya terhadap PDB negara maju hanya sekitar 0,1 persen saja.

Situasinya sangat berbeda di negara berkembang. Pasalnya, meski hanya terdampak 7% dari bencana global, kerugian yang ditimbulkan bisa mencapai 5-30% dari nilai PDB mereka.

“Negara-negara maju mungkin menganggap persoalan ini adalah persoalan sepele, namun bagi negara berkembang, kepulauan, dan miskin persoalan ini dampaknya bisa sangat parah ke mana-mana karena ketidakberdayaan mereka,” jelas Dwikorita.

Menurut Dwikorita, kepemilikan teknologi yang mumpuni dapat meminimalkan risiko bencana akibat perubahan iklim yang dihadapi.

Dalam kesempatan lain, Dwikorita tidak lupa menyoroti pentingnya keterkaitan antara ilmu pengetahuan, kebijakan, dan layanan iklim.

Output dari layanan ini sangat dibutuhkan bersandingan dengan asesmen sains yang dilakukan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) untuk meningkatkan pengetahuan, terutama untuk mengatasi masalah, isu-isu iklim, dan keadilan iklim.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *