PLN melalui unit usahanya, PLN Nusantara Power, telah resmi mengoperasikan Green Hydrogen Plant pertama di Indonesia yang berlokasi di kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Muara Karang, Pluit, Jakarta.
Keberadaan fasilitas baru ini memungkinkan PLN untuk memproduksi hingga 51 juta ton hidrogen hijau (green hydrogen) setiap tahunnya.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengatakan bahwa GHP ini merupakan hasil inovasi yang terus dilakukan PLN dalam menjawab tantangan transisi energi.
Berdasarkan informasi yang didapat dari siaran pers PLN, hidrogen hijau besutan PLN Nusantara Power ini diproduksi menggunakan sumber dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang terdapat di area PLTGU Muara Karang, ditambah dengan Renewable Energy Certificate (REC) yang berasal dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Kamojang.
Dari total 51 ton hidrogen hijau yang diproduksi setiap tahunnya, 8 ton akan digunakan untuk keperluan operasional PLTGU Muara Karang, spesifiknya untuk mendinginkan generator pembangkit. Sisanya dapat digunakan untuk beragam keperluan.
“Kini selain untuk pendingin mesin pembangkit, hidrogen hijau juga bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain untuk industri pupuk, industri bahan kimia, cofiring pembangkit, hingga untuk Fuel Cell Electric Vehicle (FCEV),” jelas Ruly Firmansyah, Direktur Utama PLN Nusantara Power.
Keberhasilan PLN dalam memproduksi hidrogen hijau ini mendapat sambutan baik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan pelaku industri otomotif, demikian lapor Petrominer. BRIN sendiri saat ini tengah sibuk mengembangkan FCEV.
Peneliti Ahli utama Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi BRIN, Eniya Listiani Dewi, mengatakan bahwa BRIN telah membuat prototipe FCEV, yaitu mobil golf dengan mesin berbasis fuel cell. Menurutnya, sekitar 80 persen dari total konsumsi hidrogen nantinya akan berasal dari sektor transportasi.
Ke depannya, PLN berniat untuk terus mengembangkan fasilitas hidrogen hijau di 15 pembangkit lainnya, dengan potensi produksi hidrogen sekitar 222 ton per tahun.
Untuk menggambarkan dampaknya terhadap penurunan emisi di sektor transportasi, Darmawan Prasodjo menjelaskan bahwa 43 ton hidrogen yang diproduksi itu bisa dipakai untuk menenagai 147 mobil yang menempuh jarak 100 km setiap harinya.
“Jika saat ini emisi 10 kilometer kendaraan BBM sebesar 2,4 kg CO2, maka dengan menggunakan green hydrogen yang emisinya 0, artinya bisa menghindarkan emisi sebesar 1.920 ton CO2e per tahun,” ujar Darmawan.