Dalam rangka membantu perusahaan-perusahaan di negaranya bersaing dalam segmen baru industri penerbangan, pemerintah Jepang akan memberikan dukungan teknologi yang diperlukan untuk pesawat berbahan bakar hidrogen.
Seperti dilaporkan Nikkei, Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang (METI) menganggarkan total dana bantuan sebesar 30,6 miliar yen, atau kurang lebih sekitar 3,2 triliun rupiah, yang diambil dari program Green Innovation Fund mereka.
Dari jumlah tersebut, 17,3 miliar yen akan dialokasikan untuk pengembangan sistem sel bahan bakar hidrogen untuk pesawat, sementara 13,3 miliar yen sisanya akan digunakan untuk pengaplikasian teknologi, termasuk teknologi pengendalian mesin hemat bahan bakar.
Rencana pendanaan ini akan disampaikan dalam pertemuan mendatang. Di saat yang hampir bersamaan, pimpinan industri seperti Airbus tengah berusaha untuk menghadirkan pesawat komersial bertenaga hidrogen pertama di dunia pada tahun 2035.
Sejumlah perusahaan lain yang berskala lebih kecil pun juga sibuk mengembangkan pesawat yang menggunakan hidrogen sebagai bahan bakar bersih untuk mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) dari penerbangan.
Tahun ini, METI akan mulai mencari peserta untuk program bantuan ini, termasuk perusahaan-perusahaan penerbangan, baterai, dan otomotif. Mereka ingin memulai penelitian pada tahun anggaran 2024, disusul oleh uji coba prototipe pada tahun anggaran 2030.
Sejauh ini, uji terbang pesawat sel bahan bakar telah dilakukan di AS dan Eropa. Sel bahan bakar menggunakan reaksi kimia antara hidrogen dan oksigen untuk menghasilkan listrik. Menggerakkan pesawat dengan sel bahan bakar tentunya memerlukan daya output yang lebih tinggi daripada mobil.
METI melihat peran bagi perusahaan pemasok penerbangan Jepang dalam rantai pasokan global untuk pesawat yang menggunakan hidrogen sebagai bahan bakar.
Pemasok Jepang menyediakan sekitar 35% dari komponen rangka pesawat dan sekitar 15% dari komponen mesin untuk Boeing 787. Jepang juga bertujuan untuk memimpin dalam penetapan standar internasional terkait sistem sel bahan bakar pesawat.
Sejumlah anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) telah menetapkan tujuan aspirasional nol emisi karbon dari penerbangan internasional pada tahun 2050.
Berdasarkan data yang dikumpulkan International Energy Agency (IEA), emisi CO2 penerbangan domestik dan internasional mencapai sekitar 800 juta ton pada tahun 2022, setara sekitar 2% dari emisi CO2 global dari produksi energi dan proses industri.
Gambar header: Bao Menglong via Unsplash.