Indonesia memiliki potensi besar di sektor energi terbarukan. Namun sayangnya sistem ketenagalistrikan dan investasi di Indonesia masih berada di atas harga yang ditetapkan oleh pasar internasional.
Situasi ini membuat ekonomi pembangunan energi terbarukan di Indonesia jadi tidak begitu menarik, sehingga perkembangannya pun pada akhirnya agak terhambat.
Sentimen ini disampaikan oleh Michael Waldron, Senior Advisor Programme Manager dari International Energy Agency (IEA) di acara Indonesia Energy Transition Dialogue 2023.
Indonesia Energy Transition Dialogue 2023 merupakan acara yang digelar oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Indonesia Clean Energy Forum (ICEF), bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Seperti dilaporkan oleh Kompas.com, Waldron mendorong Indonesia untuk menurunkan harga melalui reformasi kontrak dan operasional dalam sistem tenaga listrik, dengan tujuan untuk menarik lebih banyak investasi dan membangun integrasi jaringan listrik antarpulau.
Pembangunan jaringan listrik antarpulau dianggap penting untuk menghubungkan sumber energi terbarukan dengan pusat beban atau permintaan energi.
Reformasi kontrak dan operasional juga dinilai perlu menyasar pembangkit listrik konvensional, seperti misalnya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.
Waldron menjelaskan bahwa kemajuan interkoneksi di ASEAN dan pengoperasian sistem energi yang fleksibel di Indonesia akan mempercepat penurunan emisi dan meningkatkan penghematan biaya.
Ia menekankan perlunya mempersiapkan porsi energi terbarukan yang lebih besar melalui penerapan kontrak baru, insentif untuk investasi di jaringan listrik, pengembangan strategi fleksibilitas sistem, serta penyesuaian perencanaan dan operasi jaringan listrik untuk memaksimalkan porsi variasi energi terbarukan dan mengembangkan visi untuk jaringan listrik pintar.
ICEF dan IESR sendiri mencatat ada tiga hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam reformasi sistem ketenagalistrikan di Indonesia.
Pertama, memberikan insentif bagi pemain yang terlibat dalam pengoperasian sistem tenaga listrik yang fleksibel.
Kedua, meningkatkan transparansi dalam proses pengadaan, baik itu untuk pembangkit energi terbarukan maupun infrastruktur jaringan.
Ketiga, melakukan reformasi regulasi yang dapat mengakomodasi pengoperasian sistem ketenagalistrikan yang fleksibel serta mendorong adopsi energi terbarukan yang lebih besar.
Waldron juga memperkenalkan enam tahapan integrasi Variable Renewable Energy (VRE) dalam sistem ketenagalistrikan. Menurutnya, saat ini bauran VRE di Indonesia masih di bawah 1 persen dan berada dalam tahap awal integrasi VRE.
Hal ini menandakan bahwa pengoperasian VRE masih memberikan dampak yang sangat kecil pada sistem ketenagalistrikan.
Oleh karena itu, perencanaan ke depan harus mempertimbangkan bauran VRE yang lebih tinggi, terutama jika melihat tren penurunan biaya pembangkitan VRE selama satu dekade terakhir.