Salah satu prioritas pemerintah Indonesia dalam kemitraannya dengan Korea Selatan pada masa mendatang adalah mendorong perkembangan ekonomi hijau. Deputi Direktur Asia Timur Kementerian Luar Negeri Ri, Vahd Nabyl A Mulachela, mengungkapkan bahwa Indonesia berkomitmen untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan secara lingkungan, dan dalam konteks ini, kerja sama dengan Korea Selatan dianggap memiliki peran penting.
“Indonesia mempunyai target untuk mengembangkan ekonomi hijau, sehingga pertumbuhan ekonomi kita bisa tetap memperhatikan kelestarian lingkungan — dan bagaimana Korea bisa berkontribusi dalam proses tersebut,” ucap Nabyl dalam sebuah lokakarya mengenai hubungan bilateral Indonesia-Korea pada hari Rabu (2/8), seperti dikutip oleh Antara News.
Dalam diskusi yang digelar oleh Korea Foundation dan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta tersebut, Nabyl menjelaskan tiga tantangan utama yang ingin diselesaikan melalui kerja sama ekonomi hijau ini: perubahan iklim, meningkatnya polusi, dan kepunahan keanekaragaman hayati.
Indonesia dan Korea Selatan memiliki tujuan bersama dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya dalam konteks ekonomi hijau. Langkah konkret pun telah diambil oleh kedua negara, termasuk penandatanganan nota kesepahaman (MoU) tentang investasi hijau selama kunjungan Presiden Joko Widodo ke Korsel di tahun sebelumnya.
Salah satu fokus kerja sama ini adalah mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Korea Selatan telah aktif berusaha mengajukan kerja sama dalam memitigasi emisi karbon lewat MoU tentang perdagangan karbon. Namun Indonesia masih perlu merampungkan peraturan internal terlebih dahulu sebelum terlibat dalam jaringan perdagangan karbon global.
Pengembangan ekosistem kendaraan listrik (EV) juga menjadi salah satu poin penting dalam kerja sama ini. Profesor Jae Hyeok Shin dari Korea University mengidentifikasi sektor ini sebagai yang paling menonjol dalam hubungan Indonesia-Korea.
Investasi besar dari perusahaan otomotif Korea Selatan, seperti Hyundai Motor Group dan LG Energy Solution, untuk membangun pabrik produksi baterai EV di Indonesia menjadi bukti konkret akan komitmen itu. Pabrik tersebut diharapkan dapat mulai memproduksi baterai untuk mobil listrik Hyundai dan Kia pada tahun 2024.
Pemerintah Korea Selatan juga memberikan dukungan finansial kepada Indonesia dalam bentuk hibah senilai $15 juta untuk pengembangan infrastruktur EV. Wakil Menteri Pertama Perdagangan, Industri, dan Energi Korea Selatan, Jang Young-jin, bahkan menyatakan bahwa kerja sama dalam industri EV sebagai kunci bagi masa depan kedua negara.
Dengan investasi besar yang terjadi dalam sektor ini, Indonesia berpotensi menjadi pusat mobil listrik di Asia. Inisiatif ini diharapkan tidak hanya mendukung pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mengurangi dampak lingkungan dan mendorong arah yang lebih berkelanjutan.
Gambar header: Freepik.