Bioenergi memegang peran penting dalam upaya transisi energi bersih yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia.
Bukan sekadar sumber energi terbarukan, bioenergi menawarkan potensi kemandirian dan ketahanan energi nasional yang signifikan apabila dimaksimalkan dengan baik.
Sebagai negara tropis dengan cakupan wilayah yang luas, jumlah penduduk yang besar, dan industri agrikultur yang berkembang pesat, Indonesia memiliki sumber daya biomassa dan bioenergi yang sangat melimpah.
Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa Indonesia memiliki potensi bioenergi yang setara dengan 56,97 gigawatt (GW) listrik.
Sumber bioenergi di Indonesia
Potensi masif yang dimiliki itu terbagi ke dalam beberapa sumber. Kementerian ESDM sendiri mengidentifikasi setidaknya 10 sumber bioenergi yang berbeda, yaitu:
- Kelapa sawit (batang, pelepah, cangkang, serat, tandan kosong, dan limbah cair)
- Tebu gula (batang, daun, bagas)
- Kelapa (tempurung, sabut)
- Karet (batang pohon)
- Padi (sekam, jemari)
- Jagung (batang, daun, bonggol)
- Singkong (limbah cair)
- Limbah cair peternakan
- Kayu (serbuk kayu lapis, serbuk gergaji, limbah veneer, black liquor, limbah kertas pulp)
- Sampah kota (sampah organik basah, refuse derived fuel/RDF)
Sumber-sumber bioenergi tersebut akan diklasifikasikan lebih jauh lagi untuk dijadikan bahan baku pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm), pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg), dan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa).
Potensi bioenergi di Indonesia
Pada tahun 2060, pemerintah Indonesia menargetkan akan membangun lebih dari 700 GW pembangkit energi terbarukan. Dari total tersebut, 60 GW di antaranya berasal dari pembangkit listrik bioenergi.
Data Kementerian ESDM mencatat bahwa Indonesia memiliki potensi energi biomassa berbasis limbah agroindustri sebesar 14.289 megawatt (MW), dengan Pulau Sumatera sebagai penyumbang terbesarnya.
Tiga provinsi dengan potensi terbesar adalah Riau (5.547 MW), Sumatera Selatan (2.469 MW), dan Jambi (1.147 MW), yang masing-masing memiliki industri pulp dan kertas serta kelapa sawit berskala besar.
Selain untuk pembangkitan listrik, biomassa juga digunakan dalam program co-firing pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara demi meminimalkan emisi karbon yang dihasilkan.
Di sektor pembangkit listrik tenaga biogas berbasis palm oil mill effluent (POME), total potensi yang tercatat adalah sebesar 1.113,39 MW dari 22 provinsi.
Sementara untuk sektor pembangkit listrik tenaga sampah, potensi yang dihasilkan bervariasi tergantung metode konversi yang digunakan.
Untuk konversi biologis dengan metode landfill, potensi listrik yang dihasilkan adalah sebesar 276 kilowatt hour (kWh) per ton sampah.
Untuk metode pirolisis/gasifikasi, potensinya berkisar antara 570 sampai 680 kWh per ton. Lalu untuk metode insinerasi, potensinya berada di angka 544 kWh per ton.
Perkembangan proyek PLT Bioenergi di Indonesia
Untuk memaksimalkan potensinya, Indonesia memerlukan pengembangan proyek PLT bioenergi dalam skala yang masif.
Namun hingga saat ini, proyek-proyek PLT bioenergi yang hadir masih dalam skala yang relatif kecil.
Dari semua proyek PLT bioenergi yang sudah operasional, tiga yang skalanya cukup signifikan adalah PLTBm Siantan di Kalimantan Barat, PLTBg Jangkang di Bangka Belitung, dan PLTSa Benowo di Jawa Timur.
PLTBm Siantan adalah pembangkit listrik tenaga biomassa berkapasitas 15 MW yang dikembangkan oleh pihak swasta.
PLTBm Siantan memanfaatkan bahan baku limbah pertanian dan perkebunan dengan metode gasifikasi. Setiap tahunnya, PLTBm Siantan diklaim mampu menghasilkan listrik sebesar 75.000 MWh dan mengurangi emisi GRK sebesar 25.000 ton CO2e.
PLTBg Jangkang merupakan PLTBg swasta dan komersial pertama di Indonesia, sekaligus yang pertama tersambung ke jaringan listrik (on-grid) milik PLN.
Pada saat awal beroperasi, kapasitas PLTBg Jangka hanya sebesar 1,2 MW, namun sejak 2016 telah ditingkatkan menjadi 1,8 MW. PLTBg Jangkang mampu menampung sekitar 22.800 ton limbah untuk menghasilkan 12.000 MWh listrik per tahunnya.
PLTSa Benowo adalah fasilitas pengolah sampah menjadi energi listrik (PSEL) pertama yang beroperasi di Surabaya, tepatnya di TPA Benowo.
PLTSa Benowo memiliki total kapasitas 11 MW, yang bisa dibagi menjadi 1,65 MW pembangkit berbasis landfill gas dan 9 MW berbasis gasifikasi.