Dalam rangka memitigasi dampak krisis iklim dan membangun perekonomian rendah karbon, Indonesia, seperti negara-negara lainnya, tengah menggalakkan upaya transisi energi.
Salah satu langkah penting yang diambil oleh pemerintah Indonesia sejauh ini adalah berkolaborasi dengan sejumlah negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG) dan meluncurkan Just Energy Transition Partnership Indonesia (JETP Indonesia) pada 16 November 2022.
Apa yang sebenarnya dimaksud dengan JETP? Seperti apa tujuan dan fungsinya? Berikut penjelasannya.
Pengertian JETP
Secara sederhana, JETP merupakan program kemitraan yang ditujukan untuk membantu negara berkembang, seperti Indonesia, dalam melakukan transisi energi yang adil dan berkelanjutan, yang tak hanya berfokus pada aspek lingkungan saja, melainkan juga aspek keadilan sosial dan ekonomi.
IPG yang terdiri dari pemerintah Jepang, Amerika Serikat, Kanada, Denmark, Uni Eropa, Jerman, Perancis, Norwegia, Italia, Inggris Raya, dan Irlandia Utara telah sepakat untuk memobilisasi pendanaan awal sebesar $20 miliar untuk JETP Indonesia.
Mengapa JETP penting?
JETP memegang peran penting dalam menentukan arah investasi dan kebijakan terkait transisi energi yang akan dilakukan oleh Indonesia, khususnya pada subsektor ketenagalistrikan.
Dalam prosesnya, ada empat prinsip utama yang harus diikuti oleh JETP Indonesia:
- Berkontribusi secara positif terhadap perekonomian Indonesia dan memastikan keterjangkauan energi
- Menjamin keamanan dan stabilitas energi sembari memastikan transisi berkeadilan
- Menjamin keberlanjutan energi
- Memelihara keberlanjutan keuangan jangka panjang PLN dan anak perusahaannya
Salah satu output yang dihasilkan JETP adalah Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif (CIPP), sebuah ‘dokumen hidup’ yang dapat dijadikan pertimbangan oleh pemerintah Indonesia dalam merumuskan kebijakan di sektor ketenagalistrikan.
Dokumen CIPP yang versi pertamanya sudah dirilis sejak 21 November 2023 ini berisi jalur transisi energi yang terkonsolidasi untuk sektor ketenagalistrikan, kebutuhan dan persyaratan pembiayaan, rekomendasi reformasi kebijakan, dan kerangka kerja transisi berkeadilan.
Area investasi JETP
Merujuk pada dokumen CIPP, upaya untuk mewujudkan peta jalan subsektor ketenagalistrikan on-grid diperkirakan membutuhkan biaya investasi sebesar $97,3 miliar antara tahun 2023-2030, atau hampir lima kali lipat komitmen pendanaan awal JETP.
Dokumen CIPP juga mencantumkan lima bidang investasi yang telah disepakati oleh JETP. Berikut perinciannya:
- Pengembangan jaringan transmisi dan distribusi listrik untuk mengurangi ketergantungan terhadap pembangkit captive. Estimasinya, ada sekitar 14.000 km rangkaian transmisi yang perlu dibangun hingga 2030, yang membutuhkan biaya sebesar $19,7 miliar.
- Pemensiunan dini dan managed phase-out PLTU batu bara untuk meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan dan mengurangi kelebihan pasokan (oversupply). Upaya retrofitting untuk meningkatkan fleksibilitas PLTU batu bara dan pemensiunan dini PLTU batu bara akan memerlukan dana sebesar $2,4 miliar hingga 2030.
- Akselerasi pemanfaatan energi terbarukan tipe dispatchable (PLTA, PLTP, PLTBm) sebagai pasokan listrik baseload bagi ekonomi rendah karbon. Untuk mengembangkan kapasitas sebesar 16,1 GW pada 2030, dibutuhkan biaya investasi hingga $49,2 miliar.
- Akselerasi pemanfaatan energi terbarukan tipe variable (PLTS, PLTB) untuk menjadi sumber listrik yang hemat biaya. Dengan target kapasitas sebesar 40,4 GW pada 2030, biaya investasi yang dibutuhkan mencapai $25,7 miliar.
- Membangun rantai pasok energi terbarukan, demi menciptakan peluang lapangan pekerjaan sekaligus meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia.
Gambar header: Chelsea via Unsplash.