Upaya pengurangan emisi karbon di sektor energi telah memicu pengembangan berbagai proyek energi baru dan terbarukan (EBT).
Sebagian besar dari kita sudah mengenal sumber-sumber energi terbarukan seperti air, angin, dan matahari, namun mungkin baru sedikit yang tahu bahwa ombak alias gelombang laut juga merupakan salah satunya.
Ya, energi ombak merupakan salah satu bentuk energi terbarukan yang memanfaatkan energi kinetik dan potensial yang tersimpan dalam gelombang laut untuk menghasilkan listrik.
Bagaimana cara kerja pembangkit listrik tenaga gelombang laut (PLTGL)? Apa kelebihan dan kekurangan energi gelombang laut? Seperti apa potensinya di Indonesia? Berikut penjelasannya.
Pengertian energi gelombang laut dan cara kerja PLTGL
Gelombang laut terbentuk ketika energi angin ditransfer ke permukaan air. Gesekan antara angin dan air menciptakan riak dan gelombang yang menjalar di permukaan laut.
Gelombang-gelombang ini membawa energi kinetik, yang dapat dimanfaatkan untuk pembangkitan listrik menggunakan beberapa metode yang berbeda.
Mengutip situs European Marine Energy Centre (EMEC), terdapat 8 jenis perangkat konversi energi ombak:
- Attenuator
- Point absorber
- Oscillating wave surge converter
- Oscillating water column
- Overtopping/terminator device
- Submerged pressure differential
- Bulge wave
- Rotating mass
Meski masing-masing perangkat memiliki cara kerja yang berbeda, semuanya memiliki satu tujuan umum, yakni mengubah energi kinetik dari pergerakan gelombang laut menjadi listrik.
Listrik yang dihasilkan oleh perangkat konversi tersebut biasanya dikumpulkan dan diteruskan ke jaringan melalui kabel bawah laut atau metode transmisi lainnya.
Kelebihan dan kekurangan energi gelombang laut
Sebagai sebuah sumber energi terbarukan, energi gelombang laut tentu memiliki sejumlah kelebihan dan kekurangan.
Yang paling utama tentu saja adalah terkait ketersediaannya. Ombak laut akan selalu ada, menjadikannya sumber energi yang tidak akan habis.
Selain itu, pemanfaatan energi ombak juga tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca dan memiliki dampak lingkungan yang relatif rendah selama operasinya.
Ombak laut juga memiliki kepadatan energi yang tinggi. Dengan kata lain, PLTGL tidak memerlukan cakupan area yang terlalu luas untuk menghasilkan energi listrik dalam jumlah yang signifikan.
Gelombang laut juga cenderung lebih dapat diprediksi dibandingkan dengan angin atau matahari. Pola gelombang dapat diukur dan diprediksi jauh ke depan, memungkinkan perencanaan yang lebih baik untuk pasokan energi.
Kendati demikian, potensi energi ombak sangat bergantung pada lokasi geografis, menjadikan peluang implementasinya agak sedikit terbatas.
Terlepas dari potensinya, masih ada beberapa tantangan yang menyebabkan pengembangan PLTGL sedikit terhambat. Modal investasi awal yang besar, ditambah biaya pemeliharaan yang juga besar karena ganasnya lingkungan laut membuat PLTGL jadi kurang begitu dilirik.
Potensi PLTGL di Indonesia
Sebagai negara maritim, Indonesia tentu memiliki potensi energi ombak yang cukup besar.
Sekitar dua per tiga wilayah Indonesia adalah laut, dan Indonesia juga merupakan salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia.
Sebuah artikel ilmiah berjudul “Simulasi Gelombang Laut untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut (PLTGL)” yang dipublikasikan pada tahun 2018 mengatakan bahwa di daerah pantai selatan Jawa hingga Nusa Tenggara, potensi energi gelombang berkisar antara 10-20 kW per meter gelombang.
Daerah pantai barat Pulau Sumatera bagian selatan dan pantai selatan Pulau Jawa bagian barat juga mempunyai potensi energi ombak sekitar 40 kW/m.
Beberapa penelitian bahkan menyebutkan bahwa potensi energi ombak di beberapa titik di Indonesia bisa mencapai angka 70 kW/m.
Sayangnya, Indonesia sejauh ini masih belum memiliki PLTGL. Hal ini tidak terlalu mengherankan mengingat di banyak negara, pengembangan proyek energi ombak masih kalah jauh dibanding energi angin maupun surya.