Alat dekontaminasi air yang terbuat dari polimer rumput laut dan bakteri

Penggunaan Bakteri dan Rekayasa Genetik untuk Dekontaminasi Air

Masalah polusi air terus menjadi tantangan global yang serius. Dalam upaya mengatasi masalah ini, para peneliti di University of California San Diego menciptakan sebuah alat inovatif yang bisa dimanfaatkan proyek-proyek dekontaminasi air di masa depan.

Mereka menciptakan bahan hidup rekayasa hasil pencetakan 3D yang terbuat dari polimer rumput laut dan bakteri yang telah dimodifikasi secara genetik untuk mengurai polutan organik di dalam air.

Sebuah makalah yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Communications menjelaskan pencapaian luar biasa ini. Proyek ini dilakukan oleh tim yang bekerja di Materials Research Science and Engineering Center (MRSEC) University of California San Diego.

Seperti dijelaskan dalam siaran persnya, tim pertama-tama menghidrasi polimer yang berasal dari rumput laut yang dikenal sebagai alginat.

Sementara itu, para peneliti melakukan rekayasa genetik pada bakteri fotosintesis yang hidup di air, yang disebut cyanobacteria, untuk memproduksi laccase, sejenis enzim yang mampu menetralkan polutan organik seperti antibiotik, pewarna, dan obat-obatan.

Bahan-bahan tersebut kemudian digabungkan dan dimasukkan ke 3D printer untuk menciptakan desain berbentuk jaring-jaring yang rasio luas permukaan terhadap volumenya memungkinkan bakteri mendapat akses yang optimal terhadap cahaya, gas dan nutrisi.

“Kolaborasi ini memungkinkan kami untuk menerapkan pengetahuan kami tentang genetika dan fisiologi cyanobacteria untuk menciptakan bahan hidup,” ucap anggota fakultas School of Biological Sciences, Susan Golden, dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari Popular Science.

“Sekarang kita bisa berpikir kreatif untuk merekayasa fungsi baru ke dalam cyanobacteria untuk membuat produk yang lebih bermanfaat.”

Untuk menguji ciptaannya, para peneliti menempatkan alat dekontaminasi mereka ke dalam air yang tercemar oleh indigo carmine, pewarna biru yang sering digunakan dalam industri tekstil denim.

Alat hidup berbentuk jaring-jaring ini berhasil secara aman menghilangkan warna dari larutan air selama beberapa hari.

Namun hal tersebut masih meninggalkan campuran alginat-cyanobacteria dalam air. Menggantikan satu polutan asing dengan bakteri yang telah disintesis secara genetik tidak menyelesaikan masalah kontaminasi yang lebih luas.

Untuk mengatasi problem ini, tim UC San Diego mengembangkan cyanobacteria versi mereka agar merespons secara merugikan terhadap teofilin, molekul yang mirip dengan kafein yang dapat ditemukan dalam banyak jenis teh dan cokelat.

Setiap kali zat dekontaminasi bersentuhan dengan molekul tersebut, bakteri kemudian memproduksi protein khusus untuk menghancurkan sel-selnya sendiri, sehingga menghilangkan zat tersebut.

“Bahan hidup dapat bekerja pada polutan yang diinginkan, kemudian sebuah molekul kecil dapat ditambahkan setelahnya untuk membunuh [cyanobacteria],” jelas Jon Pokorski selaku ketua penelitian.

“Dengan cara ini, kita dapat mengurangi kekhawatiran tentang adanya bakteri hasil rekayasa genetika yang masih ada di lingkungan.”

Meskipun bahan hidup ini sudah sangat bermanfaat dalam proyek-proyek dekontaminasi, tim berharap dapat mengambil langkah lebih lanjut dengan merancangnya agar dapat hancur sendiri tanpa perlu bahan kimia tambahan dari luar.

“Tujuan kami adalah membuat bahan yang merespons stimulus yang sudah ada dalam lingkungan,” jelas Pokorski.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *