Bicara soal sumber energi terbarukan, energi surya dan energi angin mungkin adalah yang paling menarik dibicarakan saat ini.
Namun terlepas dari potensi yang dimiliki kedua sektor tersebut, tenaga air terbukti masih menjadi sumber energi bersih terbesar dan paling konsisten yang tersedia secara global.
Laporan dari International Energy Agency (IEA) mencatat bahwa tenaga air menghasilkan lebih banyak energi listrik ketimbang gabungan dari seluruh sumber energi terbarukan lainnya.
Tren ini bahkan diprediksi masih akan berlaku hingga tahun 2030 nanti.
Untuk lebih memahami signifikansinya, ada baiknya kita mengenal lebih dalam mengenai teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
Sesuai namanya, PLTA adalah salah satu jenis pembangkit listrik yang menggunakan energi air sebagai sumber daya utamanya.
PLTA mengubah energi potensial air menjadi energi kinetik, yang kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan energi listrik.
Cara kerja PLTA
PLTA memiliki beberapa komponen esensial seperti waduk (bendungan), saluran pengalir, turbin, generator, dan trafo. Cara kerja PLTA sendiri dapat disederhanakan menjadi lima tahap. Berikut penjelasannya:
- Pengumpulan air — Air dari sungai atau danau dikumpulkan dalam waduk yang memiliki ketinggian tertentu.Waduk ini berfungsi untuk menahan dan mengatur aliran air, sehingga debit air yang mengalir ke turbin dapat diatur.
- Pengaliran air — Setelah air ditahan di waduk, air akan dialirkan melalui saluran pengalir atau pipa menuju turbin dengan bantuan pintu-pintu air (gate) yang dapat diatur untuk menyesuaikan debit air yang masuk ke turbin.
- Gerakan turbin — Air yang mengalir melalui saluran pengalir mengenai kincir atau turbin, yang kemudian menghasilkan energi kinetik untuk memutar turbin tersebut.Jenis turbin yang digunakan sendiri bisa berbentuk turbin Francis, turbin Pelton, atau turbin Kaplan, tergantung pada karakteristik PLTA dan perbedaan tinggi antara air yang masuk dan keluar.
- Generasi listrik — Putaran turbin akan menggerakkan rotor di dalam generator. Pergerakan rotor ini kemudian menghasilkan arus listrik melalui prinsip induksi elektromagnetik.
- Distribusi listrik — Menggunakan trafo, listrik yang dihasilkan generator akan ditingkatkan tegangannya, sebelum akhirnya didistribusikan ke konsumen melalui jaringan listrik.
Sejarah perkembangan PLTA
Cara kerja PLTA tidak selamanya seperti itu. Pengembangan teknologi modern PLTA sendiri sebenarnya sudah dimulai sejak abad ke-19, tepatnya ketika seorang ilmuwan Prancis bernama Jean-Victor Poncelet mendesain cikal bakal turbin air modern di tahun 1826.
Penemuan generator listrik di tahun 1867 membuka jalan bagi pemanfaatan energi mekanik menjadi energi listrik. Pada tahun 1882, PLTA komersial pertama dibangun di Wisconsin, Amerika Serikat.
Memasuki abad ke-20, penggunaan turbin modern seperti turbin Francis dan turbin Kaplan semakin berkembang dan meningkatkan efisiensi PLTA. Sejumlah PLTA besar juga mulai dibangun di berbagai negara.
Di Indonesia sendiri, gelar PLTA tertua jatuh pada PLTA Tonsealama di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. PLTA ini dibangun pada zaman penjajahan Belanda di tahun 1912.
Keuntungan dan kerugian menggunakan PLTA
Sebagai sumber energi terbarukan, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) tentu menawarkan banyak keuntungan, khususnya dalam hal konsistensi dan fleksibilitas.
PLTA mampu memberikan pasokan listrik yang stabil karena aliran air bisa diatur dan diprediksi dengan baik. Hal ini membantu mengurangi risiko pemadaman listrik yang disebabkan oleh fluktuasi pasokan energi.
Dari segi operasional, PLTA menawarkan fleksibilitas yang cukup tinggi. Dengan mengatur jumlah aliran air ke turbin, kapasitas produksi listrik PLTA dapat diatur sesuai dengan permintaan.
Kemajuan teknologi juga memungkinkan keberadaan pembangkit listrik tenaga air skala kecil, atau yang lebih dikenal dengan nama Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).
Dibandingkan PLTA biasa, PLTMH dapat dibangun di wilayah terpencil atau pedalaman, sehingga bisa menyediakan akses listrik yang lebih baik untuk komunitas yang terisolasi.
Bukan cuma itu, waduk yang dibangun untuk PLTA juga dapat memiliki manfaat ganda, seperti misalnya untuk sistem irigasi dan penanganan banjir.
Dengan perawatan yang tepat, PLTA pun bisa memiliki masa hidup yang relatif panjang. Data dari IEA menunjukkan bahwa sekitar 40 persen dari seluruh PLTA di dunia telah beroperasi selama setidaknya 40 tahun.
Bicara soal kerugian, dampak terhadap lingkungan sering kali menjadi poin kekhawatiran yang muncul ketika ada proyek pembangunan PLTA.
Tidak jarang, pembangunan waduk untuk PLTA dapat mengubah ekosistem sungai dan lingkungan di sekitarnya. Perubahan aliran air pun bisa memengaruhi ekosistem sungai, termasuk hewan dan tumbuhan yang bergantung pada pola aliran air yang asli.
Peluang terjadinya perubahan mikro iklim di sekitar waduk juga ada, dan ini tentu punya pengaruh terhadap tanaman, hewan, dan manusia yang tinggal di sekitarnya.
Secara umum, pembangunan PLTA memerlukan biaya dan investasi awal yang cukup besar. Hal ini bisa menjadi kendala terutama di daerah yang sering mengalami kesulitan soal pendanaan.
Kabar baiknya, biaya operasional PLTA cenderung rendah setelah pembangunannya benar-benar rampung.
Prospek PLTA
Berdasarkan laporan IEA, produksi listrik dari PLTA secara global meningkat hampir 2% menjadi 4.300 TWh. Sekitar 75% dari pertumbuhan tersebut berasal dari Tiongkok.
Dalam skenario yang ideal, produksi listrik dari PLTA diperkirakan bisa bertumbuh nyaris 4% pada periode 2023-2030, dengan estimasi produksi sekitar 5.500 TWh energi listrik setiap tahunnya.
Satu hal yang berpotensi menjadi tantangan adalah menurunnya angka investasi di sektor tenaga air — sampai lebih dari 10% tahun lalu, dan diperkirakan akan terus turun ke depannya.
Selama dua dekade terakhir, kebijakan soal energi terbarukan lebih banyak berfokus pada tenaga surya dan tenaga angin ketimbang tenaga air.
Hal ini dikarenakan lebih minimnya risiko investasi di sektor lain ketimbang PLTA.