Pada 2030, Rio Tinto berencana untuk memangkas emisi gas rumah kaca perusahaan menjadi setengah dari emisi pada 2018. Rio Tinto merupakan perusahaan tambang besi yang beroperasi di kawasan Pilbara, Australia. Per tahun, mereka menghasilkan sekitar 330 juta ton besi.
Untuk memindahkan bijih besi yang ditambang di Pilbara, Rio Tinto menggunakan 400 truk dan 220 lokomotif kereta. Baik truk maupun kereta yang digunakan oleh Rio Tinto menggunakan mesin diesel, menurut laporan Nikkei Asia.
Sebanyak 13% dari total emisi karbon dioksida yang dihasilkan oleh Rio Tinto berasal dari mesin diesel. Karena itu, salah satu cara perusahaan untuk meminimalisir emisi gas rumah kaca adalah dengan mengganti kendaraan bermesin diesel dengan truk listrik. Sayangnya, mengganti kendaraan diesel dengan kendaraan listrik untuk memindahkan bijih besi bukan perkara gampang.
Truk listrik 350 ton memerlukan sistem baterai 15 ton yang perlu diisi ulang setiap 90 sampai 150 menit. Jika perusahaan ingin memperpanjang durasi penggunaan kendaraan listrik, mereka harus menggunakan truk dengan bobot yang lebih ringan.
Teknologi self-driving merupakan kunci untuk membuat truk yang lebih ringan. Saat ini, sekitar 85% dari truk Rio Tinto sudah dilengkapi dengan teknologi self-driving. Sementara persentase kereta yang sudah memiliki teknologi self-driving adalah 80%.
Keputusan Rio Tinto untuk mulai menggunakan truk listrik memang membutuhkan biaya besar di awal. Namun, dalam jangka panjang, mereka akan bisa menurunkan biaya operasional karena biaya bahan bakar yang lebih rendah.
Selain itu, Rio Tinto juga akan mulai beralih ke sumber tenaga terbarukan. Rio Tinto berencana untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya dan angin dengan kapasitas 1 gigawatt di Pilbara pada 2030. Tahun lalu, mereka telah membangun pembangkit listrik berkapasitas 34 megawatt di Gudai-Darri.
Rio Tinto bukan satu-satunya perusahaan tambang di Australia yang berusaha untuk meminimalisir jejak karbon mereka. Pada Juni 2023, Fortescue Metals Group juga mulai mengetes truk listrik di Pilbara. Pada akhir 2023, mereka berencana untuk menguji fast-chargers, yang hanya memerlukan waktu 30 menit untuk mengisi ulang baterai truk.
Sumber header: Nikkei Asia