Perusahaan spin-off dari Oxford University, Oxford PV, berhasil menciptakan panel surya mutakhir dengan tingkat efisiensi konversi energi matahari menjadi listrik sebesar 25%, melampaui rata-rata industri yang berada di kisaran 15-20%.
Kemajuan ini datang dari inovasi sel surya yang menandemkan material perovskit dan silikon sekaligus. Dibanding silikon kristal yang umum digunakan pada panel surya saat ini, perovskit memiliki kemampuan penyerapan cahaya yang lebih baik.
Teknologi ini diyakini dapat merevolusi industri energi terbarukan. Di Jepang, proyek pengembangan panel surya berbasis perovskit bahkan mendapat restu dan pendanaan langsung dari pemerintahnya.
Dikembangkan bersama Fraunhofer Institute for Solar Energy Systems asal Jerman, panel surya ini secara teoritis memiliki efisiensi hingga sebesar 43%. Meski belum tercapai dalam skala produksi, pencapaian ini jelas menjanjikan.
Tahun lalu, panel surya menyumbang sekitar tiga perempat dari penambahan kapasitas energi terbarukan di seluruh dunia. Chief Technology Officer Oxford PV, Chris Case, menilai peningkatan efisiensi sel surya akan membawa industri ini ke ambang revolusi selanjutnya.
“Kemajuan teknologi kami akan terus meningkatkan efisiensi modul, menghasilkan lebih banyak listrik dari area yang sama, dan memperluas penggunaannya ke seluruh sektor pasar, mulai dari residensial, komersial, hingga skala utilitas,” jelas Chris, seperti dikutip dari The Next Web.
Chris pun cukup optimistis bahwa Oxford PV akan menjadi salah satu pendorong utama perubahan ini.
Didirikan pada tahun 2010, perusahaan ini telah menghabiskan lebih dari satu dekade untuk menyempurnakan teknologi surya berbasis perovskit di fasilitas R&D mereka di Oxford.
Mereka juga memiliki fasilitas percontohan di dekat Berlin, Jerman, yang merupakan langkah awal menuju komersialisasi dalam skala industri.
Didukung oleh dana pemerintah dan pemodal ventura sebesar €116 juta, Oxford PV menyatakan tahun 2024 sebagai tahun penting bagi perusahaan. Tahun ini, mereka berencana meningkatkan produksi di pabrik mereka di Jerman untuk memproduksi sel surya hibrida dalam jumlah besar.
Sebelumnya, Oxford PV sempat menyebut Inggris sebagai lokasi “paling tidak menarik” untuk membangun pabrik pertamanya karena kurangnya insentif dari pemerintah. Hal ini selaras dengan pendapat sektor transisi energi lainnya seperti produsen mobil dan baterai.
Kapasitas fasilitas mereka di Jerman akan berada di kisaran 100 megawatt (MW), yang dapat menghasilkan pendapatan tahunan sebesar €28 juta bagi perusahaan.
Oxford PV menjadi contoh langka startup Eropa yang dapat bersaing dengan Tiongkok di pasar solar global. Meskipun mungkin tidak dapat mengalahkan Tiongkok dalam hal ongkos, kinerja unggul dari sel surya perovskit-silikon mereka dapat menjadi faktor penentu dalam persaingan membangun teknologi yang lebih bersih, lebih cepat, dan lebih baik dalam mengatasi perubahan iklim.