Sektor transportasi adalah penyumbang terbesar kedua emisi gas rumah kaca (GRK) di Indonesia setelah sektor energi.
Sejak tahun 2000, emisi GRK dari sektor transportasi tercatat telah mengalami peningkatan sebesar 120%, dan transportasi darat bertanggung jawab atas separuh dari kenaikan tersebut.
Angka tersebut semestinya sudah bisa cukup meyakinkan para pengguna kendaraan bermotor untuk beralih ke kendaraan listrik sebagai solusi mobilitas yang lebih ramah lingkungan.
Namun pada praktiknya, meyakinkan publik tidaklah semudah itu. Terlepas dari daya tarik kendaraan listrik, ada sejumlah kekhawatiran yang pada akhirnya membuat orang-orang enggan untuk beralih ke kendaraan listrik.
Dua faktor paling umum yang membuat kendaraan listrik masih kurang populer adalah keterbatasan stasiun pengisian dan harga produk yang masih relatif mahal.
Jadi bukannya tidak tahu mengenai keberadaan kendaraan listrik dan potensinya dalam upaya mitigasi perubahan iklim, sebagian besar masyarakat masih melihat dua faktor tersebut sebagai penghalang yang signifikan.
Kondisi ini membuat startup asal Bali bernama Electric Wheel tergerak untuk menawarkan solusi alternatif yang tidak kalah potensial, yaitu konversi kendaraan konvensional menjadi kendaraan listrik sepenuhnya.
Salah satu pendiri Electric Wheel, Erlangga Bayu atau yang lebih akrab disapa Ngurah Angga, menceritakan bahwa ketertarikannya terhadap kendaraan listrik sudah terbangun sejak lama.
“Sebenarnya saya sudah pakai dan tertarik dengan bisnis motor listrik di tahun 2015, tetapi waktu itu aturannya belum jelas. Baru di tahun 2020, sudah mulai muncul regulasi-regulasinya, termasuk tentang konversi,” tutur Angga.
Bersama rekan pendirinya, Putra Darmagita yang sudah punya pengalaman panjang di bidang pembuatan sepeda motor listrik custom, Angga pun melakukan riset pasar soal ini, dan Electric Wheel akhirnya resmi lahir di pertengahan 2021.
Angga menjelaskan bahwa pendekatan konversi membuka peluang untuk mengurangi emisi dari sektor transportasi tanpa harus menambah kepadatan jumlah kendaraan yang ada. Jalanan tidak semakin penuh, dan polusi udara bisa menurun, kira-kira begitu ide sederhananya.
Konversi yang dilakukan oleh Electric Wheel pun tidak sembarangan, melainkan yang mengandalkan sistem tukar baterai (battery swap). Dengan begitu, konsumen tak perlu khawatir soal lamanya waktu pengisian maupun masa hidup modul baterainya itu sendiri.
Sepeda motor listrik dengan baterai bersistem tukar ini memang sedang naik daun belakangan. Laporan Deloitte Indonesia dan Foundry menunjukkan bahwa dari total sepeda motor listrik yang terjual di Indonesia pada tahun 2022, lebih dari separuhnya menggunakan baterai dengan sistem tukar.
Berdasarkan penjelasan Angga, konsumen perlu mengeluarkan biaya mulai dari 8 juta rupiah untuk melakukan konversi. Pengeluaran yang bisa dihemat sendiri bisa mencapai hampir 2,5 juta rupiah setiap tahunnya dengan motor listrik hasil konversi.
Usaha yang dilancarkan Electric Wheel selama dua tahun terakhir ini terbukti memikat banyak pihak. Salah satunya adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang memutuskan untuk bekerja sama dengan Electric Wheel dalam program konversi 200 unit sepeda motor di Bali.
Untuk memperluas cakupan layanannya, ke depannya Electric Wheel berniat untuk bekerja sama dengan bengkel-bengkel motor konvensional dan berperan sebagai mitra untuk keperluan konversi kendaraan listrik.
—
DSLaunchECO merupakan program inkubasi startup dengan fokus pada bidang sustainability dan green tech. Program ini diselenggarakan oleh DS/X Ventures dan DailySocial.id, dengan tim Solum.id sebagai mitra strategisnya.
Selain mengikuti sesi mentoring dari sosok-sosok yang sudah sangat berpengalaman, para peserta DSLaunchECO juga dapat membangun koneksi dengan sesama pendiri startup yang peduli akan lingkungan.