Penjualan mobil listrik di Indonesia tumbuh pesat dalam setahun terakhir. Pun begitu, tingkat adopsi mobil listrik di negara ini masih sangat rendah.
Demikianlah sentimen utama yang ditunjukkan oleh ABeam Consulting dalam laporan terbarunya yang berjudul “Revving Up the Transition to Battery Electric Vehicles in Indonesia“.
Selain membahas mengenai tren pasar mobil listrik di Indonesia secara merinci, laporan tersebut turut menjabarkan berbagai faktor yang mendorong pertumbuhan penjualan mobil listrik, serta apa saja yang dapat semakin disempurnakan lagi ke depannya.
Menurut ABeam, menggenjot adopsi mobil listrik harus dilakukan dari dua sisi sekaligus: sisi suplai dan sisi permintaan.
Dari sisi suplai, ada dua faktor utama yang berperan sangat penting, yakni keterjangkauan dan ketersediaan.
Untuk menghadirkan mobil listrik yang ekonomis sendiri diperlukan setidaknya tiga hal: inovasi teknologi yang berujung pada penurunan ongkos produksi baterai, insentif pemerintah, dan skala ekonomi.
Dalam satu dekade terakhir, harga mobil listrik terus menurun mengikuti penurunan ongkos produksi baterai. Memang sempat terjadi anomali harga baterai di tahun 2022 akibat krisis suplai bahan mentah, namun seandainya isu lain yang serupa bisa dicegah, harga mobil listrik akan terus turun ke depannya.
Skala ekonomi pun berperan penting dalam meningkatkan adopsi mobil listrik. Dengan meningkatkan volume produksi, maka ongkos produksi bisa ditekan, dan harga jual ritel produknya pun bisa lebih murah.
Inilah yang menjelaskan mengapa mobil listrik buatan Tiongkok bisa jauh lebih murah daripada buatan negara-negara lain.
Tidak kalah penting adalah dukungan pemerintah. Dalam konteks Indonesia, pemerintah telah memberikan dukungannya dengan menekan harga jual mobil listrik melalui subsidi pajak.
Melalui Permenkeu Nomor 38 Tahun 2023 yang berlaku sejak April 2023, pemerintah telah menurunkan pajak pertambahan nilai dari 11% menjadi 1% untuk produsen yang memenuhi syarat tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) minimum sebesar 40%. Alhasil, harga jual mobil listrik turun sekitar 20 sampai 70 juta.
Soal ketersediaan, Indonesia memang masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara tetangga. Di tahun 2022, hanya ada 9 model mobil listrik yang dipasarkan secara resmi. Bandingkan dengan 22 model yang dipasarkan di Thailand pada tahun yang sama.
Kabar baiknya, isu ketersediaan ini mulai membaik di tahun 2023 dengan semakin bertambahnya model maupun brand mobil listrik baru yang ikut meramaikan pasar tanah air.
Beralih ke sisi permintaan, ABeam mencatat tiga elemen utama yang harus diperhatikan: kesadaran konsumen, dukungan pemerintah, dan infrastruktur pengisian mobil listrik.
Merujuk pada data Google Trends, pencarian terkait mobil listrik di Indonesia telah meningkat drastis dalam lima tahun terakhir. Puncaknya terjadi menjelang akhir 2022 dan bertepatan pada dua peristiwa: acara G20 yang digelar di Bali dan peluncuran Wuling Air ev.
Untuk semakin menggenjot permintaan terhadap mobil listrik, pemerintah juga menerapkan kebijakan non-finansial. Salah satu contohnya adalah pengecualian terhadap mobil listrik pada peraturan pelat nomor ganjil-genap di jalanan kota Jakarta.
Terkait infrastruktur, pemerintah melalui PLN menawarkan sejumlah insentif yang menarik bagi yang tertarik menjadi operator stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).
Bukan cuma itu, PLN bahkan juga memberi kemudahan bagi pemilik rumah yang ingin memasang sistem pengisian kendaraan listrik di kediamannya masing-masing.
Apa yang perlu dibenahi?
Potensi pasar mobil listrik di Indonesia sangatlah besar, apalagi jika melihat fakta bahwa Indonesia merupakan produsen nikel terbesar, yang sendirinya merupakan bahan baku yang sangat esensial dalam produksi baterai.
Namun jalan Indonesia masih panjang dan masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan untuk mewujudkan transisi menuju menuju mobilitas yang berkelanjutan.
Yang paling utama, intensitas karbon dari produksi energi listrik harus dikurangi. Kedua, ada beberapa hal yang dapat disempurnakan terkait kondisi pasar mobil listrik.
Dari segi manufaktur, ABeam menyarankan agar pemerintah menetapkan kebijakan yang dapat semakin mendorong minat produsen dan investor untuk ikut meramaikan pasar mobil listrik tanah air.
ABeam mencontohkan kebijakan di Thailand, yang mengizinkan produsen untuk mengimpor mobil dari negara lain dan menerima insentif yang susbtansial sebagai imbalan atas komitmen mereka untuk memproduksi di dalam negeri pada tahun 2025.
Dari segi distribusi dan penjualan, para pelaku usaha harus bisa menjawab kekhawatiran masyarakat yang membuat mereka masih enggan beralih ke mobil listrik.
Selain memberikan program garansi yang menarik, mereka juga dapat menyajikan data nyata yang memberikan gambaran jelas terkait aspek-aspek penting dalam kepemilikan mobil listrik.
Terakhir, penyempurnaan infrastruktur juga harus mendapat perhatian khusus dalam upaya meningkatkan adopsi mobil listrik. Pemerintah dapat menetapkan kebijakan seperti mewajibkan pengembang properti di kawasan urban untuk menyertakan infrastruktur pendukung mobil listrik.
Gambar header: Freepik.