Ramadan adalah bulan yang istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia, terutama Indonesia yang memiliki populasi umat Islam terbesar di dunia.
Ramadan umumnya dikenal sebagai bulan puasa, yang berarti tidak ada makanan atau minuman yang boleh dikonsumsi dari fajar hingga sebelum adzan Maghrib dikumandangkan.
Namun ironisnya, sampah makanan atau food waste sering kali justru meningkat drastis di bulan Ramadan.
Laporan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) pada tahun 2021 menunjukkan bahwa selama bulan Ramadan, sekitar 25-50% dari makanan yang dipersiapkan berakhir menjadi sampah.
Di Malaysia, diperkirakan ada peningkatan food waste sebesar 15-20% pada Ramadan tahun 2023. Tren serupa pun juga terjadi di Indonesia, dengan estimasi peningkatan sampah makanan sebesar 20% di setiap bulan Ramadan.
Lalu bagaimana ceritanya sampah makanan bisa membeludak ketika sebagian besar masyarakat sedang berpuasa dan menahan diri untuk tidak membeli makanan dalam jumlah banyak?
Alasannya ada beberapa, namun salah satu yang paling utama adalah terkait emotional eating. Mengutip penjelasan ahli gizi Rita Ramayulis dari VOI, emotional eating adalah kondisi ketika seseorang memiliki keinginan makan yang berlebihan, dan ini kecenderungannya cukup tinggi selama berpuasa.
Rasa ingin makan yang berlebihan ini sangat kontras dengan kemampuan tubuh. Pasalnya, setelah berpuasa selama kurang lebih 12 hari, tubuh perlu penyesuaian lebih untuk menerima makanan, sehingga akhirnya tidak jarang banyak makanan yang tersisa karena memang banyak orang yang tidak mampu makan banyak ketika berbuka puasa.
Alasan lainnya berkaitan dengan aspek logistik. Selama Ramadan, sudah menjadi tradisi umum bagi banyak orang untuk menyumbangkan makanan kepada pihak yang membutuhkan.
Sayangnya, ketika pengiriman makanan hasil donasi tersebut tidak berjalan secara efisien (misalnya karena tertunda waktu berbuka puasa), otomatis makanan yang disumbangkan pun akan berakhir menjadi sampah.
Apa yang bisa kita lakukan?
Tanpa peningkatan selama bulan Ramadan pun, Indonesia sebenarnya sudah mempunyai isu sampah makanan yang cukup serius.
Data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa sampah makanan adalah jenis sampah dengan volume terbesar pada 2023 (41,6% dari total).
Mencegah masalah ini bertambah parah di bulan Ramadan menjadi suatu keharusan bagi kita semua, dan untuk mewujudkannya, kita bisa memulai dari 5 langkah berikut:
- Belanja setelah kenyang: Lapar mata itu nyata, dan hal ini bisa kita cegah dengan berbelanja bahan makanan saat tubuh sudah dalam kondisi kenyang (misalnya setelah berbuka puasa).
- Makan secukupnya: Seperti yang sudah disinggung soal emotional eating, terkadang apa yang tubuh kita perlukan sebenarnya jauh lebih sedikit daripada yang mata dan mulut kita inginkan. Makan dalam jumlah berlebihan tidak akan membantu kita lebih tahan selama berpuasa.
- Simpan makanan dengan baik: Belajar dan riset sederhana mengenai cara menyimpan makanan dengan baik adalah salah satu trik paling jitu untuk mencegah makanan berakhir menjadi sampah.
- Manfaatkan bahan makanan semaksimal mungkin: Sebelum berbelanja bahan makanan, ada baiknya kita mengecek terlebih dahulu sisa bahan yang tersedia. Saat memasak, prioritaskan bahan yang lebih tidak tahan lama. Andai memungkinkan, manfaatkan sisa sahur atau buka puasa sebagai hidangan berikutnya.
- Berbagi itu indah: Saling berbagi bukan hanya berarti beramal, melainkan juga bentuk pencegahan timbulnya sampah makanan. Ketika Anda merasa membeli atau memasak terlalu banyak, bagikan saja kepada teman atau tetangga. Amal tersampaikan, lingkungan pun terjaga.
Gambar header: Umar ben via Unsplash.