Produsen baja kenamaan PT Gunung Raja Paksi Tbk (GRP) terus menunjukkan komitmennya dalam upaya dekarbonisasi. Perusahaan yang didirikan di Medan pada tahun 1970 itu baru saja meresmikan proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap di area operasionalnya di Jawa Barat.
Proyek ini bukanlah inisiatif yang pertama dari GRP, melainkan tahap kedua dengan kapasitas yang jauh lebih besar, yakni 8,4 megawatt peak (MWp) Sebelumnya, GRP telah memasang PLTS atap tahap pertama dengan kapasitas sebesar 0,9 MWp.
Jika ditotal, maka kapasitas listrik terpasang dari proyek energi surya yang dimiliki GRP mencapai angka 9,3 MWp, menjadikannya salah satu yang terbesar di kawasan Jawa Barat.
Namun ketimbang berhenti di sana, GRP masih punya target untuk menambah kapasitas PLTS atap terpasangnya menjadi 33 MWp pada tahun 2025. Dengan upaya yang berkelanjutan ini, GRP berharap dapat mengurangi emisi karbon sebesar 47.400 ton setiap tahunnya.
Inisiatif GRP ini mendapat apresiasi dari Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Mohamad Priharto Dwinugroho.
Ia menjelaskan bahwa pengembangan PLTS atap secara luas merupakan salah satu program strategis untuk mendukung pencapaian target net zero emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat, dan pemerintah sangatlah terbuka terhadap partisipasi aktif dari pelaku usaha.
“Tindakan yang diambil oleh GRP adalah contoh nyata dari kepedulian lingkungan, serta merupakan kontribusi swasta dalam mendukung tujuan pemerintah,” tutur Priharto, seperti dikutip dari siaran pers GRP.
Industri baja memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menunjukkan bahwa konsumsi baja dalam negeri selama lima tahun terakhir mencapai rata-rata 15,62 juta ton per tahun.
Sayangnya, produksi baja menghasilkan emisi karbon yang cukup signifikan. Estimasinya, industri baja secara global menyumbang sekitar 7% dari total emisi karbon.
Dengan permintaan baja yang diperkirakan akan terus meningkat sekitar 15-20% antara tahun 2030 dan 2050, produsen baja harus lebih proaktif dalam mengelola risiko lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) di seluruh rantai nilai.
Dalam mengembangkan proyek PLTS atapnya, GRP bekerja sama dengan TotalEnergies ENEOS, yang bertanggung jawab terkait desain dan pemilihan mitra EPC (engineering, procurement, construction).
PLTS atap ini dilengkapi sejumlah sensor untuk memantau radiasi, kecepatan angin, dan suhu sekitar. Selain itu, sistem juga akan bekerja dengan pemantauan jarak jauh dengan mengirimkan data analisis performa dengan menampilkan jejak karbon.