Sebagai bagian dari komitmen untuk menanggulangi dampak perubahan iklim, pemerintah telah memperkenalkan regulasi yang mendukung teknologi carbon capture and storage (CCS) dan carbon capture, utilization and storage (CCUS).
Regulasi ini memegang peran penting dalam upaya memajukan ekonomi rendah karbon, serta harus dipahami oleh para pelaku industri, khususnya yang terlibat dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
Artikel ini bermaksud memberikan pandangan umum mengenai kebijakan dan regulasi yang berlaku seputar teknologi penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon — CCS dan CCUS — di Indonesia.
Ruang Lingkup Regulasi
Regulasi yang mengatur tentang CCS dan CCUS di Indonesia tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 2 Tahun 2023.
Regulasi ini mencakup dua aspek utama, yaitu penyelenggaraan CCS yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), dan penyelenggaraan CCUS yang tidak hanya mengurangi emisi, melainkan juga meningkatkan produksi minyak dan gas bumi.
Tahapan Implementasi CCS dan CCUS
Tahap awal dari implementasi CCS dan CCUS harus melibatkan penyusunan rencana oleh kontraktor yang mencakup aspek teknis, ekonomi, operasional, keselamatan, lingkungan, dan penutupan kegiatan.
Setelah rencana disetujui, pelaksanaannya meliputi mitigasi dampak lingkungan, proses perekayasaan, pengadaan, konstruksi, pengelolaan keselamatan operasi, pengelolaan lingkungan, tanggap darurat, perbaikan, pemeliharaan, monitoring dan penutupan kegiatan.
Pelaksanaan CCS dan CCUS
Dalam upaya pelaksanaan CCS dan CCUS, penangkapan emisi karbon untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dapat dilakukan melalui beberapa cara sebagai berikut:
- Pemisahan emisi karbon pada fasilitas produksi minyak dan gas bumi
- Penangkapan emisi karbon hasil pembakaran
- Tangkapan pra-penyalaan
- Tangkapan pembakaran oxyfuel
Di luar itu, penangkapan emisi karbon dapat berasal dari atmosfer dengan memanfaatkan teknologi direct air capture.
Setelah ditangkap, emisi karbon harus diangkut dengan menggunakan pipa, truk, pengapalan, maupun cara-cara lain yang akan muncul seiring berkembangnya teknologi.
Dari situ, pelaksanaan CCS dan CCUS beralih ke fase terakhir, yakni injeksi dan penyimpanan.
Proses ini dilakukan sesuai di zona target injeksi yang telah ditetapkan, seperti misalnya reservoir minyak dan gas, akuifer asin, atau lapisan batu bara.
Kontraktor dapat menginjeksikan dan menyimpan emisi karbon yang dihasilkan oleh pihak ketiga, dengan perjanjian kerja sama yang mempertimbangkan aspek teknis, pengurangan emisi, ekonomi, dan keamanan operasi.
Monitoring dan Pelaporan
Kontraktor diwajibkan melakukan monitoring secara berkelanjutan untuk menjamin keselamatan pekerja, instalasi, peralatan, dan lingkungan.
Mereka juga wajib melaporkan hasil monitoring setiap enam bulan kepada Direktur Jenderal melalui SKK Migas atau BPMA.
Penutupan Kegiatan
Kriteria untuk penutupan kegiatan CCS atau CCUS meliputi kapasitas penyimpanan yang penuh, berakhirnya kontrak kerja sama, kondisi tidak aman, atau keadaan kahar.
Rencana penutupan harus menyertakan informasi reservoir, perkiraan biaya, tata waktu pelaksanaan, dan rencana pencegahan risiko.
Kesimpulan
Regulasi CCS dan CCUS di Indonesia memberikan kerangka kerja yang jelas bagi pelaku industri untuk berpartisipasi dalam upaya pengurangan emisi GRK dan pengembangan sektor energi yang berkelanjutan.
Dengan memahami regulasi ini, investor dan pelaku industri dapat menyiapkan diri untuk berkontribusi dalam memajukan ekonomi rendah karbon di Indonesia.