Indonesia telah resmi memiliki regulasi seputar kegiatan penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage (CCS) sejak disahkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2024 belum lama ini.
Meski menuai kritik, regulasi ini pada dasarnya dibuat sebagai upaya untuk memaksimalkan potensi penyimpanan karbon yang dimiliki Indonesia.
Sebesar apa memangnya? Kalau menurut Kementerian ESDM dan Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas), total kapasitas penyimpanan karbon Indonesia mencapai 577 gigaton.
Dari total tersebut, 572,77 gigaton di antaranya berasal dari lapisan saline aquifer, sementara 4,85 gigaton sisanya dari sumur migas yang telah mengalami penurunan tekanan atau depleted reservoir.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, menjelaskan bahwa perhitungan potensi oleh Lemigas ini dilakukan di 20 cekungan migas yang statusnya sudah berproduksi.
Diketahui bahwa cekungan dengan potensi penyimpanan karbon terbesar ada di Cekungan Jawa Timur Utara, yang kapasitasnya mencapai 100,83 gigaton di dalam saline aquifer dan 0,151 gigaton di depleted reservoir.
Sebaliknya, potensi penyimpanan karbon paling kecil bisa ditemukan di Cekungan Bawean, dengan kapasitas 1,16 gigaton di dalam saline aquifer.
“Saat ini ada 128 cekungan migas yang terdiri dari 20 cekungan berproduksi. Dari 128 itu masih ada 27 cekungan dengan discovery dan selebihnya cuma prospektif yang belum dieksplorasi,” jelas Tutuka, seperti dikutip dari Kompas.com.
Tutuka turut menjelaskan bahwa hasil perhitungan kali ini menunjukkan peningkatan yang sangat drastis dibanding hasil tahun 2015 yang hanya menghitung kawasan Sumatera dan Jawa saja.
Kala itu, Lemigas mencatat kapasitas penyimpanan karbon di saline aquifer dan depleted reservoir masing-masing sebesar 9,7 gigaton dan 2,5 gigaton.
Menurutnya, perkembangan hasil perhitungan ini juga telah dikonsultasikan dengan sejumlah lembaga internasional seperti Equinor, Bp, maupun Chevron.
Bicara soal pemanfaatan, hal ini tentu akan dijalankan secara bertahap. Menurut Tutuka, pada awalnya industri akan mengambil 10 persen dulu dari angka potensi yang ada, yang berarti sekitar 57,2 gigaton, untuk dimasukkan ke kategori prospective resources.
Gambar header: Freepik.