Indonesia akan segera memiliki regulasi terkait penangkapan, penggunaan dan penyimpanan karbon, atau yang biasa disebut carbon capture & storage/carbon capture, utilization & storage (CCS/CCUS).
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Kemaritiman dan Investasi (Marves), Jodi Mahardi, mengatakan bahwa semua proses dan tahapan birokrasi yang diperlukan sudah rampung, dan regulasi tersebut akan dirilis dalam bentuk peraturan presiden (perpres) dalam waktu dekat.
Kehadiran perpres penangkapan karbon ini penting karena akan mengatur penerapan dan pengembangan CCS/CCUS di luar wilayah kerja minyak dan gas bumi (migas).
Hal ini dilakukan lantaran potensi pengembangan CCS/CCUS paling besar di Indonesia berada di depleted reservoir dan saline aquifer yang berada di luar wilayah kerja migas.
Sebagai informasi, depleted reservoir adalah sumur migas yang telah mengalami penurunan tekanan sehingga tidak dapat diproduksikan lagi secara ekonomis dengan teknologi yang ada saat ini.
Saline aquifer di sisi lain merupakan sumur bersalinitas tinggi yang ideal dijadikan tempat penyimpanan gas karbon dioksida (CO2) secara aman.
“Jadi ini memungkinkan operator untuk melakukan (pengembangan CCS/CCUS) di sana,” ujar Jodi, seperti dikutip dari Katadata.
Perpres ini juga akan membuka kemungkinan bagi industri non-migas untuk melakukan pengembangan CCS/CCUS.
“Jadi akan lebih banyak sektor, misalnya (industri) besi baja, kaca, dan smelter bisa menggunakannya,” imbuh Jodi.
Selain itu, perpres ini juga akan membuka peluang penyimpanan karbon antarnegara, atau yang biasa dikenal dengan istilah cross border CCS.
Kendati demikian, Jodi memastikan bahwa alokasinya nanti akan lebih diprioritaskan untuk menampung ketersediaan domestik.
Peluang cross border CCS sendiri diharapkan bisa membantu investasi masuk sehingga mengurangi biaya pengembangan dan pemanfaatan teknologi CCS.
Data dari Kemenko Marves menunjukkan potensi kapasitas penyimpanan CO2 Indonesia sebesar 400-600 gigaton di depleted reservoir dan saline aquifer.
Potensi tersebut memungkinkan penyimpanan emisi CO2 nasional selama 322 hingga 482 tahun, dengan perkiraan puncak emisi sebesar 1,2 gigaton CO2 ekuivalen pada 2030.
Sejauh ini, Indonesia telah memiliki 15 proyek CCS/CCUS yang tersebar di berbagai wilayah. Dengan adanya regulasi baru ini, jumlahnya semestinya akan segera bertambah cukup signifikan.
Gambar header: Freepik.