Juli 2023 adalah bulan terpanas yang pernah tercatat dalam sejarah manusia, demikian klaim para ilmuwan iklim dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Suhu panas ekstrem dan kebakaran hutan yang terjadi di wilayah-wilayah seperti Afrika Utara, Eropa, dan Amerika Utara adalah sejumlah indikasinya.
Pada konferensi pers tentang iklim yang digelar Kamis lalu (27/7), Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, memberikan peringatan keras: “Era pemanasan global telah berakhir; era pendidihan global telah tiba.”
Data dari Organisasi Meteorologi Dunia dan Layanan Perubahan Iklim Copernicus mengonfirmasi bahwa Juli 2023 merupakan bulan terpanas yang pernah tercatat dalam sejarah manusia. Chris Hewitt selaku Direktur Layanan Iklim di Organisasi Meteorologi Dunia mengungkapkan bahwa delapan tahun terpanas dalam 173 tahun terakhir terjadi dari tahun 2015 hingga 2022, dan pemanasan yang signifikan telah terjadi sejak tahun 1970-an.
Seperti dilaporkan EcoWatch, Guterres menekankan pentingnya tindakan yang harus segera diambil oleh negara-negara di dunia terkait emisi, adaptasi iklim, serta upaya pendanaannya. Menurutnya, para pemimpin dunia, terutama dari negara-negara industri terkaya di G20, harus mengambil langkah-langkah konkret untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Selain itu, perusahaan dan lembaga keuangan juga harus bertanggung jawab dalam menghadapi perubahan iklim. Lembaga keuangan harus berhenti mendukung bahan bakar fosil dan beralih ke energi terbarukan. Perusahaan bahan bakar fosil juga harus membuat rencana transisi yang merinci untuk berpindah ke energi bersih, tanpa greenwashing maupun trik-trik lainnya.
Guterres menyoroti bahwa bencana alam ekstrem, seperti banjir, kekeringan, panas, dan kebakaran, telah menjadi “keadaan normal baru”. Negara-negara kaya harus memberikan dukungan bagi negara-negara yang kontribusinya paling minim terhadap krisis ini dan yang memiliki sumber daya terbatas untuk menghadapinya.
Untuk mendukung negara-negara berkembang dalam menghadapi perubahan iklim, negara-negara maju harus menyediakan dukungan sebesar $100 miliar per tahun untuk bantuan iklim. Guterres juga menekankan pentingnya mendukung Dana Iklim Hijau serta dana kerugian dan kerusakan pada COP28.
Lebih lanjut, Guterres menyatakan bahwa tarif harga karbon harus diberlakukan, dan bank pembangunan harus menyediakan lebih banyak pendanaan dengan biaya yang wajar bagi negara-negara berkembang. Dukungan mereka untuk adaptasi, kerugian dan kerusakan, serta energi terbarukan, juga harus ditingkatkan.
“Buktinya ada di mana-mana; umat manusia telah menyebabkan kehancuran. Hal ini seharusnya tidak memicu keputusasaan, melainkan tindakan. Kita masih bisa mencegah yang terburuk. Namun untuk melakukannya, kita harus mengubah tahun yang penuh dengan panas ini menjadi tahun yang penuh dengan ambisi. Dan mempercepat aksi iklim — sekarang juga,” ucap Guterres.
Gambar header: Lucian via Unsplash.