Net zero emission merupakan istilah yang umum dijumpai dalam pembahasan mengenai perubahan iklim ataupun pemanasan global.
Semenjak Kesepakatan Paris diratifikasi di tahun 2016, banyak negara yang menggaungkan komitmennya terkait net zero emission.
Lantas apa yang dimaksud dengan net zero emission? Mengapa konsep ini penting untuk dipahami? Berikut penjelasannya.
Apa itu net zero emission?
Net zero emission atau emisi nol bersih adalah kondisi ketika jumlah emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan oleh suatu negara atau perusahaan sama besarnya seperti jumlah emisi GRK yang dihapuskan.
Ketika suatu negara berhasil mencapai target net zero emission, artinya negara tersebut telah berhasil menjaga supaya emisi GRK yang dikeluarkan tidak melebihi emisi yang dihilangkan melalui berbagai macam cara.
Ibaratnya seperti sebuah timbangan; net zero emission dapat tercapai ketika sisi kiri (emisi yang dihasilkan) sama tingginya dengan sisi kanan (emisi yang dihapuskan).
Mencapai target net zero emission bukan berarti suatu negara tidak menghasilkan emisi sama sekali. Emisi yang dikeluarkan tetap ada, tapi jumlahnya relatif kecil, atau paling tidak setara dengan emisi yang diserap.
Apakah net zero emission sama dengan carbon neutral?
Meski kedua istilah ini sering kali digunakan secara bergantian, ada satu faktor pembeda yang cukup mencolok.
Berdasarkan definisi net zero emission yang ditetapkan oleh Science Based Targets Initiative, kondisi net zero harus dicapai dengan mengurangi setidaknya 90% dari emisi yang dihasilkan.
Carbon neutral di sisi lain mengacu pada praktik kompensasi emisi yang dihasilkan (offsetting). Salah satu caranya bisa dengan membeli kredit di pasar karbon.
Untuk mencapai target net zero, suatu negara atau perusahaan harus benar-benar berupaya untuk mengurangi emisi yang dihasilkannya, contohnya dengan mengalihkan penggunaan bahan bakar fosil ke sumber energi terbarukan.
Sementara untuk mencapai target carbon neutral, negara atau perusahaan bisa saja tidak melakukan perubahan apa-apa, dan hanya aktif berinvestasi dalam proyek-proyek pengurangan emisi di luar cakupan operasionalnya.
Mengapa net zero penting?
Peran vital konsep net zero berkaitan langsung dengan misi global untuk menstabilkan perubahan iklim.
Untuk mewujudkannya, emisi GRK harus benar-benar dipangkas. Semakin lama kondisi ini tercapai, semakin besar pula dampak perubahan iklim yang akan terjadi.
Berdasarkan laporan Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC), dunia perlu mencapai target net zero pada tahun 2050 jika ingin memastikan agar kenaikan suhu global tidak melebihi 1,5° C, sesuai yang ditetapkan di Kesepakatan Paris.
Komitmen net zero di berbagai negara
Laporan London School of Economics and Political Science (LSE) mencatat bahwa sejauh ini sudah ada setidaknya 27 negara yang telah mengesahkan undang-undang yang berkaitan langsung dengan upaya untuk mencapai target net zero.
Secara umum, negara-negara tersebut menetapkan tahun 2050 sebagai tenggat waktunya. Namun ada pula yang percaya diri mampu mencapainya lebih cepat, seperti misalnya Finlandia yang memasang target net zero di tahun 2035.
Organisasi nirlaba Energy & Climate Intelligence Unit (ECIU) melaporkan bahwa sejauh ini sudah ada dua negara yang berhasil mencapai target net zero, yaitu Bhutan dan Suriname.
Indonesia sendiri menetapkan tahun 2060 sebagai tenggat waktu pencapaian target net zero, sebagaimana tertuang dalam dokumen Strategi Jangka Panjang Pembangunan Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim 2050 yang diajukan ke PBB.
Sayangnya, ECIU menempatkan Indonesia di posisi terbawah di antara 160 negara dalam persiapan menuju net zero.
Sebenarnya masih ada negara lain yang menetapkan tenggat waktu lebih jauh lagi, seperti misalnya Nigeria yang memasang target net zero tahun 2070.
Namun posisi Indonesia lebih bawah karena target net zero-nya baru dalam tahap diskusi atau usulan, sementara Nigeria sudah menetapkannya sebagai undang-undang.
Contoh lainnya adalah Thailand, yang sebenarnya memasang target tahun 2065, akan tetapi sudah menetapkannya sebagai kebijakan.