Mobil bertenaga hidrogen memang tidak sepopuler mobil listrik berbasis baterai, namun itu tidak mencegah pemerintah Indonesia untuk turut menyiapkan infrastrukturnya.
Alasannya tidak lain karena hidrogen mempunyai potensi besar sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan. Inilah yang kemudian memicu PLN untuk membangun stasiun pengisian hidrogen atau hydrogen refueling station (HRS), dan HRS pertama baru saja diresmikan di Senayan, Jakarta pada 21 Februari lalu.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, melihat ini sebagai langkah strategis perusahaannya dalam mendukung program transisi energi yang digalakkan pemerintah.
Menurutnya, transformasi transportasi hijau yang bersifat end-to-end tidak boleh hanya mencakup kendaraan listrik berbasis baterai saja, melainkan juga yang menggunakan teknologi fuel cell berbasis hidrogen seperti ini.
Pengembangan infrastruktur hidrogen sebenarnya sudah dimulai sejak Oktober lalu, tepatnya ketika PLN meresmikan 21 fasilitas green hydrogen plant (GHP) yang tersebar di berbagai pembangkit listrik.
21 GHP tersebut memiliki kapasitas produksi 199 ton per tahun, dan seluruh output yang dihasilkan dapat dikategorikan sebagai hidrogen hijau karena proses produksinya mengandalkan listrik yang berasal dari sumber terbarukan.
Darmawan tidak lupa menjelaskan bahwa saat ini PLN juga tengah mengembangkan fasilitas GHP di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang yang akan semakin meningkatkan kapasitas produksinya.
“Ada tambahan sekitar 4,3 ton per tahun. Jadi totalnya ada 203 ton green hydrogen dari 22 pembangkit kami yang diproduksi oleh PLN,” tutur Darmawan, seperti dikutip dari Antara.
Sebagai informasi, PLN sebenarnya memproduksi hidrogen untuk kebutuhan operasional masing-masing pembangkit listrik. Namun dari total yang diproduksi, hanya sekitar 75 ton yang digunakan, sehingga ada sisa 128 ton hidrogen hijau yang dapat dipakai untuk sektor transportasi.
Berdasarkan perhitungan PLN, bahan bakar hidrogen hijau yang dihasilkan dari sisa operasional pembangkit sangatlah kompetitif jika dibandingkan dengan bahan bakar minyak (BBM) konvensional.
Perbandingannya, untuk menempuh jarak 1 kilometer, rata-rata mobil BBM membutuhkan biaya sekitar Rp1.300. Mobil listrik di sisi lain membutuhkan Rp350-400 per km, sementara mobil hidrogen hanya Rp276 per km.
Ke depannya, HRS yang berlokasi di Senayan ini juga akan dilengkapi charger kendaraan listrik berbasis hidrogen yang memiliki fungsi sama seperti stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU), tidak ketinggalan pula fasilitas pelatihan dan pendidikan.