Pertamina telah aktif menjalankan berbagai inovasi dan program transisi energi sejak tahun 2010. Per 2022 lalu, Pertamina mengeklaim telah berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 31 persen.
Hal ini disampaikan oleh Senior Vice President Research and Technology Innovation Pertamina, Oki Muraza, dalam sebuah sesi diskusi di gelaran COP28 yang tengah berlangsung di Dubai, Uni Emirat Arab.
Oki menjelaskan bahwa upaya ini juga berdampak positif pada pemeringkatan aspek Environment, Social, and Governance (ESG) Pertamina.
“Di 2022 peringkat ESG Pertamina naik menjadi 22,1. Pertamina menempati posisi ke-2 untuk kategori industri minyak dan gas terintegrasi. Peringkatnya naik singifikan dari 2021, ini capaian yang sangat membanggakan,” ungkap Oki, seperti dikutip dari Antara.
Menurut Oki, ada beberapa strategi yang dijalankan Pertamina untuk mendorong keberlanjutan energi, di antaranya pengurangan dan pemanfaatan gas suar, penangkapan metana, dan efisiensi energi.
Secara spesifik, Pertamina berhasil mengurangi emisi dari pemanfaatan gas buang sebesar 5,3 juta metrik ton CO2 ekuivalen (MMtCO2e).
Selain itu, Pertamina juga mencatat pengurangan emisi dari efisiensi energi sebesar 1,4 MMtCO2e, bahan bakar gas 0,04 MMtCO2e, dan beragam aktivitas lainnya 1,2 MMtCO2e.
Upaya dekarbonisasi Pertamina rupanya juga melibatkan teknologi carbon capture and storage (CCS) serta carbon capture, utilization, and storage (CCUS).
Sejauh ini, Pertamina sudah berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengembangkan fasilitas penangkapan karbon di sembilan lokasi yang berbeda, yang mencakup Pulau Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi.
Pertamina kabarnya juga tengah mengembangkan kilang hijau atau green refinery di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Pengembangannya dijalankan dalam dua fase. Fase yang pertama telah rampung pada Februari 2022 dengan kapasitas produksi hidrogen sebesar 3 kilo barel per hari, sementara fase kedua tengah dijalankan dengan target kapasitas 6 kilo barel per hari.
Teknologi ini menggunakan bahan baku refined bleached deodorized palm oil (RBDPO), yakni minyak sawit yang dimurnikan, diputihkan, dan dihilangkan baunya.
Oki tidak lupa menjelaskan bahwa Pertamina juga aktif mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT), contohnya bioenergi dan geotermal.
Salah satu bioenergi yang dikembangkan adalah biodiesel, dengan target produksi 13 juta ton per tahun. Hal ini untuk mendorong dekarbonisasi sektor transportasi, yang disebut menyumbang 20 persen pada total emisi.
Untuk geotermal, Pertamina saat ini mempunyai enam proyek yang tersebar di Sumatra, Jawa, dan Sulawesi.
Per tahun ini, kapasitas produksi geotermal Pertamina disebut mencapai 672,5 MW. Dalam dua tahun ke depan, Pertamina berniat menambah kapasitas ekstra sebesar 340 MW.
Terakhir, Pertamina juga mengembangkan hidrogen di lima klaster, dengan total potensi produksi sebesar 1,8 juta ton per tahun.