Indonesia sejauh ini belum mempunyai pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Kendati demikian, pemerintah sudah punya wacana terkait pengembangan PLTN di negara ini.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) belum lama ini mengatakan bahwa pembangunan PLTN di Indonesia direncanakan berlangsung pada tahun 2030-an.
Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir BRIN, Rohadi Awaludin, menyampaikan bahwa saat ini pemerintah masih sedang dalam tahap pengolahan data, akan tetapi sudah mengerucutkan rencana untuk melakukan pembangunan di sekitar tahun 2030.
Menurut Rohadi, mereka sekarang masih berdiskusi dengan sejumlah pihak lain, seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), mengenai rencana ini. Apakah nanti pembangunannya akan dijalankan di tahun 2030 awal atau akhir juga masih belum bisa dipastikan.
Rohadi lanjut menjelaskan bahwa pembangunan PLTN di Indonesia dapat memanfaatkan dua tipe kapasitas, yakni kapasitas kecil dan kapasitas besar.
Kapasitas kecil ditujukan untuk wilayah administratif yang jumlah penduduknya relatif sedikit, sementara kapasitas besar bisa dibangun di wilayah perkotaan yang padat penduduk.
Skala tenaga listrik yang dihasilkan sendiri disebut bisa mencapai angka 100-200 megawatt untuk PLTN kapasitas kecil, atau 1.000 megawatt untuk PLTN kapasitas besar.
“Untuk daerah yang terpencil, skala kapasitas yang digunakan akan kecil, kalau yang kota besar membutuhkan PLTN dalam skala besar. Besarnya itu sekitar 1.000 megawatt, sedangkan yang kecil 100-200 megawatt atau bahkan ada yang di bawah 100 megawatt,” jelas Rohadi, seperti dikutip dari Antara.
Kenapa harus PLTN? Menurut Rohadi, tenaga listrik yang dihasilkan oleh PLTN lebih stabil dan berkesinambungan. Hal ini dinilai dapat meminimalkan problem pemadaman listrik akibat kekurangan daya.
Rohadi tidak lupa menyampaikan keuntungan lain menggunakan PLTN ketimbang pembangkit listrik tenaga fosil, yakni bagaimana reaktor nuklir tidak menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2). Hal ini tentu sejalan dengan visi pemerintah dalam mencapai target emisi nol bersih pada tahun 2060.
Sebelumnya, pemerintah sempat mengumumkan rencana untuk menghentikan operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara pada tahun 2058.
Dijelaskan bahwa setelah tahun 2030 tidak akan ada lagi PLTU batu bara baru, dan pembangkit tambahan akan berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT).
Nuklir sendiri tidak termasuk EBT karena memerlukan material habis pakai seperti uranium. Namun nuklir merupakan salah satu sumber energi terbersih, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memangkas emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor energi.