Jarak tempuh yang masih terbatas dan infrastruktur pengisian ulang yang belum merata menjadi dua faktor utama yang menghambat pertumbuhan adopsi mobil listrik.
Mengatasi kedua isu ini sejatinya hanyalah perkara waktu, dan seiring waktu berjalan, bukan tidak mungkin ditemukan cara-cara lain yang bisa membantu mengatasi problem range anxiety di kalangan para pengguna mobil listrik.
Salah satu yang kedengarannya cukup menjanjikan adalah ruas jalan yang dapat mengisi ulang mobil listrik. Jadi selagi mobil listrik melintas, daya baterainya malah terisi ketimbang terpakai.
Pengisiannya berlangsung tanpa kabel, dan ide menanamkan sistem wireless charger di balik permukaan jalanan umum semacam ini sebenarnya bukanlah hal baru. Berbagai pengujian pun juga telah dilangsungkan di sejumlah negara.
Salah satu yang berhasil mencuri perhatian belum lama ini adalah pengujian yang dilakukan di Detroit, kota di Amerika Serikat yang dikenal sebagai salah satu pusat industri otomotif.
Sejak akhir November 2023 lalu, sebagian dari ruas jalan 14th Street di Detroit telah dilengkapi dengan sistem wireless charging yang dapat mengisi ulang baterai mobil listrik.
Pada ruas jalan sepanjang sekitar 400 meter tersebut, mobil listrik yang melintas akan mendapatkan asupan listrik segar. Sayangnya tidak semua mobil listrik, melainkan yang sudah dibekali dengan komponen receiver khusus.
Cara kerja wireless charger mobil listrik ini cukup mirip dengan wireless charger smartphone yang kita kenal selama ini.
Di balik permukaan aspalnya, terdapat beberapa koil induktif berbahan tembaga yang dapat menyalurkan energi listrik melalui medan magnet.
Itulah mengapa untuk bisa menangkap energi listrik tersebut, dibutuhkan komponen receiver khusus, sama kasusnya dengan smartphone yang mendukung teknologi wireless charging. Aspalnya sendiri tidak perlu aspal khusus.
Pengisian tanpa kabel ini dapat berlangsung ketika mobil sedang berjalan maupun berhenti (misalnya saat sedang lampu merah).
Faktor keselamatannya pun terjamin, sebab setiap koil yang tertanam akan terhubung ke mobil secara terpisah, dan hanya akan aktif menyalurkan listrik ketika ada mobil yang tepat yang melintas.
Meski sudah bisa berfungsi dengan baik, kinerja sistem wireless charger mobil listrik ini belum bisa dikatakan efisien. Setidaknya untuk saat ini, energi listrik yang dapat disalurkan ke mobil memang cenderung kecil dan fluktuatif.
Berdasarkan laporan Detroit Free Press, sistem ini sempat menyalurkan listrik sebesar 16 kilowatt (kW) ketika mobil listrik komersial Ford E-Transit yang ditumpanginya melintas dalam kecepatan 14 km/jam.
Sistem wireless charger mobil listrik yang diuji di Detroit ini dikembangkan oleh perusahaan bernama Electreon.
Petinggi Electreon, Stefan Tongur, menjelaskan bahwa sistem semacam ini sama sekali tidak ditujukan untuk menjadi sebuah solusi yang utuh dalam upaya memperluas infrastruktur pengisian mobil listrik, melainkan sebagai semacam range extender.
Menurutnya, keberadaan teknologi semacam ini dapat memberikan opsi bagi produsen untuk mengurangi kapasitas baterai mobil listrik, sehingga pada akhirnya harga jual mobil pun bisa jadi lebih terjangkau.
Sebagaimana diketahui, baterai memang menjadi salah satu komponen termahal pada mobil listrik. Estimasinya, baterai menyumbang sekitar sepertiga dari total harga jual sebuah mobil listrik.
Namun tentu itu hanyalah sebatas opsi, dan produsen mobil listrik bisa saja tetap menggunakan baterai berkapasitas sama untuk merealisasikan jarak tempuh yang semakin jauh lagi dengan bantuan ruas jalan spesial seperti ini.
Langkah yang kedua ini sepertinya akan lebih banyak dipilih mengingat harga baterai juga terus turun seiring berjalannya waktu.
Selama tiga dekade terakhir, harga baterai mobil listrik diperkirakan telah turun lebih dari 98 persen. Pada tahun 2016 misalnya, harga baterai setara dengan separuh harga jual mobil listrik, dan sekarang sudah turun menjadi sepertiga.
Sejauh ini belum diketahui secara jelas bagaimana teknologi wireless charger mobil listrik ini akan diimplementasikan ke depannya.
Untuk sekarang, setidaknya ada dua PR yang harus dikerjakan, yakni meningkatkan efisiensi penyaluran energi, dan mengoptimalkan biaya pengembangan. Sebagai informasi, proyek di Detroit ini memakan biaya total sekitar $5,9 juta.