Dalam diskusi mengenai keberlanjutan lingkungan, istilah blue carbon dan green carbon terus mencuri perhatian, membedakan diri mereka sebagai elemen kunci dalam perang melawan perubahan iklim.
Meskipun keduanya berperan dalam upaya penyerapan karbon dioksida, keduanya beroperasi di ekosistem yang berbeda dan memiliki peran unik dalam mitigasi dampak emisi gas rumah kaca (GRK).
Artikel ini akan menjelaskan perbedaan blue carbon dan green carbon, menjabarkan contoh-contohnya, serta kelebihan dan kekurangan dari masing-masing klasifikasi karbon.
Apa itu blue carbon?
Menurut Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat (National Oceanic and Atmospheric Administration – NOAA), istilah blue carbon atau karbon biru merujuk pada karbon yang tersimpan di ekosistem pesisir dan laut, seperti hutan bakau, padang lamun, dan rawa garam.
Ekosistem pesisir memiliki kapasitas penyimpanan karbon yang luar biasa. Mengutip Uni Internasional untuk Konservasi Alam (International Union for Conservation of Nature – IUCN), kapasitas penyimpanan karbon ekosistem pesisir melampaui hutan tropis hingga 50 kali per unit area.
Hutan bakau atau mangrove yang berada di pesisir adalah contoh utama ekosistem karbon biru. Mereka menyerap karbon melalui penyerapan dan penyimpanan karbon dioksida atmosfer dalam biomassa dan sedimen mereka.
Padang rumput laut bawah air, atau biasa disebut padang lamun, juga berkontribusi pada karbon biru dengan menangkap dan menyimpan karbon di akar dan sedimen mereka. Tidak kalah penting adalah rawa garam yang menjebak karbon di tanah mereka.
Kelebihan dan kekurangan blue carbon
Ekosistem karbon biru memiliki laju penyerapan karbon yang tinggi, menjadikannya efektif dalam menangkap dan menyimpan karbon dalam jumlah yang substansial.
Di luar fungsi penyerapan karbonnya, ekosistem ini juga berperan sebagai pusat keanekaragaman hayati, membentuk komunitas ekologi yang unik dan beragam.
Lebih lanjut, hutan bakau dan padang lamun turut memainkan peran protektif terhadap gelombang badai dan erosi pantai, meningkatkan kapasitas adaptasi masyarakat manusia yang tinggal di area sekitarnya.
Sayangnya, ekosistem pesisir sangatlah rentan terhadap perubahan iklim. Kenaikan permukaan laut dan asam laut mengancam eksistensi ekosistem karbon biru, secara langsung memengaruhi potensi penyerapan karbon mereka.
Bukan cuma itu, perubahan kondisi pesisir yang diakibatkan manusia maupun polusi dapat mengakibatkan degradasi ekosistem karbon biru, melepaskan karbon yang tersimpan kembali ke atmosfer.
Apa itu green carbon?
Dalam jurnal ilmiah, green carbon atau karbon hijau merujuk pada karbon yang tersimpan di ekosistem daratan seperti hutan, padang rumput, dan vegetasi darat lainnya.
Ekosistem ini menyerap karbon dioksida selama proses fotosintesis dan menyimpannya dalam biomassa tanaman dan tanah mereka.
Sebagai contoh, hutan yang menyimpan berbagai macam pohon dan vegetasi lainnya sangatlah ideal untuk menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah besar.
Selain itu, lahan luas padang rumput juga berkontribusi pada karbon hijau dan menangkap dan menyimpan karbon dalam tanaman dan tanah.
Kelebihan dan kekurangan green carbon
Ekosistem karbon hijau memainkan peran kritis dalam mitigasi perubahan iklim dengan menjadi penyerap karbon yang signifikan di daratan.
Hutan, terutama hutan tropis, dapat berfungsi sebagai reservoir karbon yang kuat, menyerap dan mengasimilasi volume karbon dioksida atmosfer yang signifikan.
Ekosistem karbon hijau juga memiliki potensi ekonomi yang besar. Manajemen hutan berkelanjutan dan inisiatif reboisasi menawarkan peluang ekonomi sambil mempromosikan penyerapan karbon.
Selain penyimpanan karbon, ekosistem daratan juga menyumbangkan berbagai layanan ekosistem, mulai dari regulasi siklus air hingga mendukung keanekaragaman hayati.
Namun sama seperti karbon biru, karbon hijau juga rentan terhadap aktivitas manusia. Deforestasi alias penebangan hutan merupakan sumber utama pelepasan karbon, mengurangi potensi penyerapan karbon hutan dan menambah konsentrasi karbon dioksida di atmosfer.
Lebih lanjut, ekspansi pertanian dan perubahan penggunaan lahan juga dapat merusak integritas tanah, mengurangi kapasitas penyerapan karbon dan menyebabkan emisi karbon.