Indonesia kaya akan sumber energi terbarukan, salah satunya energi air atau hidro. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, total potensi energi hidro di Indonesia mencapai 94,47 gigawatt (GW).
Potensi tersebut tersebar dari Sabang hingga Merauke, dan hal ini tidak lepas dari fitur geografis Indonesia yang dibekali begitu banyak sungai: lebih dari 4.400 sungai yang potensial, dengan 128 di antaranya merupakan sungai besar yang sangat ideal dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Secara umum, PLTA memanfaatkan energi potensial air yang diubah menjadi energi kinetik untuk menggerakkan turbin. Namun tidak semua PLTA diciptakan sama, sebab ada pula PLTA yang diklasifikasikan sebagai pembangkit listrik tenaga minihidro (PLTM) dan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH).
Apa saja perbedaan antara PLTA, PLTM, dan PLTMH? Berikut penjelasan jenis-jenis PLTA.
PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air)
PLTA merupakan jenis pembangkit listrik tenaga air dengan kapasitas yang paling besar, minimal 10 megawatt (MW). Pembangkit ini memanfaatkan energi potensial yang dimiliki air yang ditampung di bendungan atau waduk, contohnya seperti PLTA di Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur.
Air dialirkan melalui terowongan dan pipa penstock menuju turbin, sehingga menghasilkan energi mekanik yang kemudian diubah menjadi energi listrik oleh generator.
PLTA umumnya dibangun di daerah dengan ketersediaan air yang melimpah dan memiliki perbedaan ketinggian yang signifikan, seperti di hulu sungai atau dekat bendungan besar.
Meskipun memiliki kapasitas yang besar dan dapat memasok listrik untuk wilayah yang luas, pembangunan PLTA juga memiliki dampak lingkungan yang perlu dipertimbangkan, seperti genangan air yang dapat mengakibatkan perubahan ekosistem dan pemindahan penduduk.
PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro)
PLTM merupakan jenis pembangkit listrik tenaga air dengan kapasitas antara 1-10 MW. Dengan kapasitas yang lebih kecil, aliran air yang dimanfaatkan berasal dari sungai kecil atau saluran irigasi dengan debit air yang cukup.
PLTM sering kali menjadi pilihan untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah pedesaan atau daerah terpencil yang belum terjangkau oleh jaringan listrik PLN (off-grid).
Pembangunan PLTM umumnya lebih mudah dan memiliki dampak lingkungan yang lebih rendah dibandingkan PLTA.
PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro)
PLTMH merupakan jenis pembangkit listrik tenaga air dengan kapasitas paling kecil di antara ketiganya, umumnya kisaran 5 kilowatt (kW) sampai di bawah 1 MW.
Sumber energi PLTMH berasal dari aliran air yang kecil dengan debit air yang cenderung rendah. Secara struktur, PLTMH lebih sederhana dan membutuhkan biaya pembangunan yang lebih rendah dibandingkan PLTM.
Sama seperti PLTM, PLTMH juga dapat langsung digunakan untuk memasok listrik ke sejumlah pemukiman atau keperluan tertentu (off-grid). Meski kapasitasnya kecil, PLTMH unggul dalam hal keramahan lingkungan dan dapat memanfaatkan sumber daya air yang ada secara berkelanjutan.
—
Itu tadi penjelasan tentang jenis-jenis PLTA. PLTA, PLTM, dan PLTMH merupakan jenis pembangkit listrik tenaga air yang memiliki karakteristik dan fungsi yang berbeda-beda. Pemilihan jenis pembangkit listrik ini bergantung pada ketersediaan sumber daya air, kapasitas listrik yang dibutuhkan, serta aspek lingkungan dan biaya pembangunan yang tersedia.
Gambar header: Dan Meyers via Unsplash.