Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern yang serba cepat dan konsumtif, kepedulian terhadap lingkungan menjadi sesuatu yang selalu mendapat sorotan publik.
Istilah “sustainable living” pun tak henti-hentinya bergaung, dan bagi sebagian orang, ini lebih dari sekadar jargon yang dilontarkan supaya terlihat keren dan kekinian di hadapan khalayak.
Sustainable living bukanlah tren sesaat, melainkan sudah layak digolongkan sebagai kebutuhan mendesak di era globalisasi ini.
Populasi bumi yang terus meningkat, dibarengi dengan eksploitasi sumber daya alam (SDA) yang tak terkendali, telah memicu perubahan iklim yang signifikan.
Singkat cerita, kita sebagai penghuni bumi harus mengambil tindakan, dan di sinilah pembicaraan seputar sustainable living jadi sangat relevan.
Apa itu sustainable living?
Sebelum membahas lebih jauh, kita perlu memahami dulu konsep sustainable lifestyle atau gaya hidup berkelanjutan.
United Nations Environment Programme (UNEP) mendefinisikan sustainable lifestyle sebagai “cara hidup, perilaku serta pilihan sosial yang meminimalkan degradasi lingkungan (penggunaan SDA, emisi CO2, limbah dan polusi) selagi mendukung pembangunan sosial-ekonomi yang adil dan kualitas hidup yang lebih baik untuk semua.”
Berangkat dari definisi tersebut, sustainable living sendiri dapat dimaknai sebagai cara kita memahami bagaimana pilihan gaya hidup kita akan berdampak pada dunia di sekitar kita, serta bagaimana kita mencari cara agar semua orang dapat menjalani kehidupan yang lebih baik.
Dilihat dari sudut pandang yang lebih sederhana, sustainable living juga dapat dipandang sebagai cara kita mengurangi jejak karbon selagi menjalani rutinitas sehari-hari.
Apa yang kita lakukan hari ini akan memberikan dampak positif pada bumi kita di masa mendatang — demikianlah esensi dari prinsip sustainable living.
Tiga pilar keberlanjutan
Agar bisa menjalani gaya hidup berkelanjutan dengan baik, kita tentunya harus memahami dulu prinsip keberlanjutan atau sustainability itu sendiri.
Mengutip Inspire Clean Energy, ada tiga pilar utama yang membentuk prinsip sustainability: kesetaraan sosial, kelangsungan ekonomi, dan kelestarian lingkungan.
Pilar kesetaraan sosial mengacu pada sistem dan struktur masyarakat yang secara aktif mendukung kemampuan generasi sekarang dan masa depan untuk hidup secara sehat dan nyaman.
Komunitas yang berkelanjutan secara sosial adalah kelompok masyarakat yang demokratis, beragam, adil, saling terhubung, dan memberikan standar hidup yang baik bagi sesamanya.
Pilar ekonomi mewakili strategi yang digunakan untuk mendorong individu dan perusahaan untuk memanfaatkan sumber daya sosial-ekonomi dan merasakan keuntungannya.
Keberlanjutan ekonomi memastikan bahwa bisnis dapat menghasilkan keuntungan tanpa menimbulkan masalah sosial ataupun lingkungan.
Pilar kelestarian lingkungan akan berdiri kokoh ketika berbagai proses, sistem, dan aktivitas mampu meminimalkan dampak lingkungan dari produk, fasilitas, dan operasional mereka.
Pilar ini berfokus pada pembuatan produk tanpa limbah, mengelola, konsumsi energi, dan beralih ke energi hijau di kantor, gedung kantor pusat, gudang, dan pabrik.
Cara memulai sustainable living
Sepintas, sustainable living mungkin terkesan terlalu ambisius. Namun pada kenyataannya gaya hidup berkelanjutan ini dapat mulai dijalankan dari langkah-langkah yang paling kecil sekalipun, seperti misalnya menghemat penggunaan air dan listrik di kediaman masing-masing.
Kita juga harus mengingat bahwa konsumerisme adalah musuh besar keberlanjutan. Maka dari itu, kita harus menghindari kebiasaan berbelanja secara impulsif, dan hanya membeli barang secukupnya sesuai dengan yang kita butuhkan.
Sejalan dengan itu, kita juga bisa menjalankan prinsip 3R: reduce (kurangi), reuse (gunakan kembali), dan recycle (daur ulang). Semakin sedikit sampah yang kita hasilkan, semakin sedikit pula jejak karbon yang kita tinggalkan.
Pun begitu, kita pun tidak boleh lupa bahwa sustainable living bukanlah sebatas menghasilkan sampah sesedikit mungkin.
Mengutip Carbon Collective, sustainable living itu tidak sama dengan zero-waste living. Pasalnya, yang kita incar bukan hanya kesehatan lingkungan semata, melainkan keseimbangan antara kebutuhan kita dan kelestarian bumi kita.
Sebagai contoh, saat menjalankan prinsip zero-waste living untuk mengurangi emisi karbon, kita akan berfokus pada penggunaan transportasi umum ketimbang kendaraan pribadi.
Prinsip sustainable living di sisi lain juga akan mendorong opsi alternatif seperti berjalan kaki atau bersepeda seandainya memungkinkan, menyehatkan diri kita sekaligus bumi dalam prosesnya.
Sustainable living bukanlah beban, melainkan kesempatan. Kesempatan untuk hidup selaras dengan alam, membangun komunitas yang kuat, dan mewariskan bumi yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Satu hal yang pasti, tidak ada kata terlambat untuk memulai. Setiap langkah kecil, sekecil apapun itu, akan berdampak besar bagi lingkungan ketika diwujudkan secara kolektif.
Bersama-sama, kita dapat membangun masa depan yang lebih berkelanjutan dengan menerapkan prinsip sustainable living.
Gambar header: Freepik.