Tumpukan limbah atau sampah berpotensi memicu masalah serius apabila dibiarkan begitu saja.
Sebagai sisa dari berbagai kegiatan manusia, limbah akan selalu ada, dan itulah mengapa manajemen limbah sama sekali tidak boleh dikesampingkan.
Limbah sendiri dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis. Namun salah satu cara termudah untuk mengelompokkan limbah adalah berdasarkan senyawanya, membaginya menjadi limbah organik dan limbah anorganik.
Artikel ini akan menjelaskan tentang semua yang perlu diketahui dari limbah organik dan limbah anorganik.
Apa itu limbah organik?
Limbah organik adalah jenis limbah yang berasal dari sisa-sisa makhluk hidup, macam hewan dan tumbuhan.
Secara umum, limbah organik mengandung bahan-bahan yang dapat membusuk atau terurai secara alami melalui proses dekomposisi oleh mikroorganisme, seperti misalnya bakteri atau jamur.
Contoh-contoh limbah organik meliputi sisa makanan, daun kering, kulit buah, ranting pohon, dan kotoran hewan.
Ketika limbah organik terurai, mereka biasanya akan menghasilkan humus, yang merupakan bahan organik yang kaya nutrisi dan baik untuk kesuburan tanah.
Manajemen limbah organik sendiri penting untuk mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan.
Limbah organik yang tidak dikelola dengan baik dapat menghasilkan gas rumah kaca (GRK) seperti metana jika terurai di tempat pembuangan yang anaerobik (tanpa udara).
Apa itu limbah anorganik?
Limbah anorganik adalah jenis limbah yang berasal dari material yang tidak memiliki asal-usul organik.
Limbah anorganik pada umumnya terdiri dari bahan-bahan non-hayati dan tidak mudah terurai oleh proses biologis alami.
Beberapa contoh limbah anorganik antara lain adalah logam, kaca, plastik, karet, dan bahan kimia berbahaya.
Limbah anorganik cenderung bersifat lebih tahan lama dan sangat sulit terurai oleh mikroorganisme. Limbah anorganik juga berpotensi mencemari lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.
Oleh karena itu, pengelolaan limbah anorganik sering kali melibatkan proses daur ulang, pembuangan yang aman, atau metode lain untuk mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan.
Dampak negatif limbah organik dan anorganik
Seperti yang sudah disinggung, baik limbah organik maupun anorganik sama-sama memiliki dampak negatif yang signifikan apabila tidak dikelola dengan baik.
Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization – FAO) mencatat bahwa dunia setiap tahunnya menghasilkan limbah organik dalam bentuk limbah makanan sebanyak 1,6 miliar ton.
Estimasinya, limbah makanan sebanyak itu dapat menghasilkan emisi karbon sebesar 3,3 miliar ton CO2 ekuivalen per tahun. Ini baru satu contoh limbah organik saja.
Di sisi lain, limbah anorganik seperti plastik merupakan salah satu sumber utama pencemaran lingkungan.
Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Environment Programme – UNEP) mencatat bahwa setiap tahunnya ada 19-23 juta ton sampah plastik yang berakhir di perairan dan mencemari ekosistemnya.
Pengelolaan limbah organik dan anorganik
Pengelolaan limbah organik tidak hanya terbatas pada metode pengomposan dengan produk akhir berupa pupuk.
Beberapa limbah organik juga dapat diolah menjadi produk bioenergi seperti biogas, biodiesel, maupun bioetanol.
Di Taman Margasatwa Ragunan misalnya, kotoran hewan dan sampah organik lain diolah menjadi biogas, yang kemudian dipakai untuk menghasilkan energi listrik.
Untuk limbah anorganik, pengelolaannya secara umum lebih banyak ditujukan untuk keperluan daur ulang dan pencegahan kontaminasi lingkungan.
Limbah anorganik seperti limbah elektronik mengandung bahan-bahan mentah seperti litium, emas, perak, maupun tembaga, yang semuanya esensial bagi upaya transisi ke energi bersih.
Sayangnya, sebagian besar dari limbah elektronik masih belum terkelola dengan baik. Padahal, daur ulang limbah elektronik dapat membantu menambah pasokan bahan mentah, yang kemudian bisa membantu mengurangi emisi karbon yang dihasilkan di sektor pertambangan.
Gambar header: Freepik.