Transisi ke sumber energi bersih dan terbarukan merupakan suatu keharusan apabila kita ingin mengurangi emisi karbon dan meminimalkan dampak pemanasan global.
Sumber energi terbarukan ada bermacam-macam, dua yang paling populer mungkin adalah energi surya dan angin.
Di artikel ini, kita akan membahas salah satu sumber energi terbarukan yang mungkin kurang begitu dikenali, yaitu energi panas bumi atau geotermal.
Apa itu energi panas bumi?
Energi panas bumi pada dasarnya adalah energi panas yang terbentuk di kerak bumi, yang tersimpan dalam bentuk uap air atau air panas. Panas bumi memiliki suhu dan tekanan yang sangat tinggi, dan terkadang bisa melampaui angka 300° C.
Energi panas bumi berasal dari sistem geotermal yang ada di dalam bumi, yang terdiri dari batuan panas pada kedalaman lebih dari 3 km, batuan rekahan yang memiliki reservoir yang berada di atas batuan panas, dan lapisan batuan yang menyelimuti reservoir.
Keberadaan sistem geotermal ini dapat dikenali dengan tanda-tanda yang tampak di permukaan bumi, seperti misalnya mata air panas, semburan uap, lumpur panas, hingga sublimasi belerang.
Secara teknis, suatu sumber panas bumi sebenarnya bisa habis atau menurun output yang dihasilkannya. Pun begitu, implementasi teknologi dan metodologi baru memungkinkan pengelolaan sumber panas bumi agar dapat terus digunakan secara berkelanjutan.
Pemanfaatan energi panas bumi
Energi panas bumi dapat dimanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan secara langsung yang dimaksud di sini adalah sebagai energi panas untuk berbagai keperluan seperti pemanasan kolam renang, pengeringan hasil pertanian, hingga pemanfaatan di bidang akuakultur.
Belakangan, panas bumi juga mulai banyak digunakan sebagai solusi pemanasan dan pendinginan bangunan yang lebih ramah lingkungan ketimbang sistem HVAC (heating, ventilation, and air conditioning) tradisional.
Sementara untuk pemanfaatan secara tidak langsung biasanya mengacu pada penghasil energi listrik. Ya, energi panas bumi juga dapat dipakai untuk menghasilkan energi listrik.
Menurut ensiklopedia Britannica, penggunaan energi panas bumi untuk produksi listrik komersial bahkan sudah berlangsung sejak tahun 1913 di kota bernama Larderello di Italia.
Dalam sistem pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), uap panas sisa pengolahan yang telah mendingin akan direinjeksi ke bawah permukaan bumi menuju ke reservoir, yang kemudian akan dipanaskan lagi untuk digunakan kembali.
Penggunaan energi panas bumi untuk produksi listrik menghasilkan emisi gas rumah kaca yang relatif rendah — umumnya hanya sekitar 5% dari emisi yang dihasilkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara konvensional.
Cara kerja energi panas bumi untuk pembangkit listrik
Proses pemanfaatan energi panas bumi untuk pembangkit listrik dimulai dengan pengeboran sumur geotermal yang dalam hingga mencapai lapisan reservoir. Sumurnya sendiri dapat berbentuk vertikal atau horizontal, tergantung pada struktur geologi dan kebutuhan proyek.
Setelah mencapai reservoir, air atau uap panas akan dialirkan ke permukaan melalui pipa sumur. Suhu dan tekanan di dalam reservoir menyebabkan air atau uap ini naik ke permukaan tanpa memerlukan pompa.
Dari sini prosesnya akan sedikit berbeda tergantung jenis teknologi pembangkit listrik yang digunakan: dry steam, flash steam, atau binary cycle.
Dry steam dan flash steam langsung menggunakan uap panas bumi untuk menggerakkan turbin, sementara binary cycle memanfaatkan cairan kerja tambahan dengan titik didih yang rendah seperti amonia untuk menghindari kontaminasi reservoir panas bumi.
Turbin yang bergerak menghasilkan energi kinetik, yang kemudian diubah menjadi energi listrik oleh generator.
Setelahnya, uap panas yang dipakai akan dikondensasikan menjadi air dan dialirkan kembali ke dalam sumur pengeboran untuk mewujudkan siklus yang berkelanjutan.
Gambar header: Freepik.