Bisnis daur ulang sampah plastik belakangan semakin banyak dilirik. Selain karena terbukti menguntungkan, daur ulang sampah plastik juga dapat membantu menjaga kelestarian lingkungan.
Pendekatan ini banyak dikenal dengan istilah ekonomi sirkular. Februari lalu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat bahwa Indonesia saat ini memiliki sekitar 241 pelaku usaha daur ulang plastik, dengan nilai investasi mencapai 20 triliun rupiah dan kemampuan produksi sebesar 2,54 juta ton per tahun.
Dari sini sebenarnya sudah bisa kita simpulkan bahwa sampah, khususnya sampah plastik, dapat diperlakukan sebagai komoditas yang bernilai.
Sayangnya, hal ini cuma berlaku untuk beberapa pihak saja. Pasalnya, seperti yang kita tahu, masih banyak kalangan pemulung yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Sentimen seperti itulah yang saya dapatkan setelah berbicara singkat dengan Rheza Varianto Yudhistira, co-founder sekaligus CEO dari startup manajemen sampah Buangdisini.
Dalam penjelasannya, Rheza mendeskripsikan Buangdisini sebagai startup yang menawarkan layanan daur ulang plastik secara end-to-end, dengan fokus pada digitalisasi tata niaga di sektor informal.
Salah satu pemain di sektor informal yang dimaksud adalah kalangan pemulung itu tadi. Menurut Rheza, status quo industri yang ada saat ini membuat para pemulung sangat sulit untuk memperoleh pendapatan yang layak, dan di situlah Buangdisini berharap dapat membantu melalui upaya digitalisasinya.
Secara garis besar, produk Buangdisini dapat dibedakan menjadi dua, yakni fasilitas daur ulang canggih yang bertempat di kota Malang, dan aplikasi ponsel yang dapat digunakan oleh para pengumpul sampah plastik untuk memudahkan pekerjaan mereka.
Lewat aplikasi tersebut, siapa pun dapat mengakses data yang terintegrasi secara transparan. Dalam konteks para pemulung misalnya, mereka bisa menjual sampah plastik yang dikumpulkannya dengan harga yang jauh lebih tinggi ketimbang jika melalui pihak perantara.
Sejak diluncurkan pada bulan Oktober 2022, aplikasi Buangdisini telah berhasil menggaet sekitar 1.000 pengguna aktif.
Berawal dari sebuah gerakan peduli lingkungan
Kiprah Buangdisini dimulai pada tahun 2017. Kala itu, Buangdisini hanyalah sebatas organisasi nirlaba yang menjalankan kampanye untuk menanggulangi masalah sampah plastik.
Sekitar tiga tahun berselang, pada akhir 2020 para pendiri Buangdisini memutuskan untuk mendirikan perusahaan daur ulang konvensional setelah melihat adanya potensi besar dari pemanfaatan sampah plastik.
Selama menjalankan usaha konvensional ini, Rheza menjelaskan bahwa ia bersama rekan-rekan pendirinya sebenarnya sudah berhasil menciptakan keuntungan yang cukup besar.
Namun dalam prosesnya, mereka juga menyadari adanya isu fundamental yang serius, khususnya dalam hal tata niaga di sektor informal tadi.
Dari situ mereka mencoba memikirkan solusinya, dan pada akhir 2021, memilih integrasi teknologi sebagai jawabannya. Inisiatif mereka ini membuahkan hasil, sebab pada tahun berikutnya, mereka berhasil memperoleh pendanaan pre-seed.
Berdasarkan penjelasan Rheza, integrasi teknologi ini memang membutuhkan modal yang cukup besar, namun ia percaya dapat membantu pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang, selagi di saat yang sama mengatasi masalah yang dihadapi pihak pengumpul sampah plastik.
“Mendigitalisasi tidak menggerus profit kok. Ke depannya akan bisa menambah besaran margin ataupun kuantitas yang bisa didapat. Namun memang butuh kolaborasi antar pihak, entah dari manufaktur atau industrinya, ataupun dari pemerintah dan pemilik modal,” tutur Rheza.
Menyelamatkan Bumi dan menyejahterakan pemulung
Buangdisini mengeklaim mempunyai kapasitas produksi plastik daur ulang kurang lebih sebanyak 70 ton setiap bulannya.
Produk yang dihasilkan sendiri adalah cacahan plastik untuk bahan baku industri. Buangdisini juga menjual produk akhirnya dalam bentuk balpress demi menyesuaikan kebutuhan pasar.
Pertanyaannya, seberapa besar signifikansi upaya daur ulang plastik yang Buangdisini jalankan terhadap lingkungan?
Menurut Rheza, dari 1 ton sampah plastik yang didaur ulang, ada sekitar 6-7 meter persegi lahan tempat pembuangan akhir (TPA) yang bisa dihemat.
Bukan cuma itu, jumlah energi yang dibutuhkan untuk mengolah 1 ton sampah plastik tersebut juga sekitar 80 persen lebih rendah daripada yang diperlukan untuk mengolah bahan baku mentah.
Di samping daur ulang, Buangdisini juga mempunyai bisnis product upcycling. Yang sudah berjalan sejauh ini adalah SisaBenang, sebuah brand fesyen yang memanfaatkan kain bekas sebagai bahan bakunya.
Ke depannya, Buangdisini juga punya rencana untuk mengolah sisa-sisa proses produksinya untuk kemudian dijadikan bahan baku mebel.
Namun seperti yang dipaparkan oleh Konshika Koeswara selaku co-founder sekaligus CMO Buangdisini, usaha yang mereka jalankan juga memiliki dampak sosial.
Dari sejumlah studi kasus yang mereka lakukan, tercatat bahwa seorang pemulung bisa meningkatkan pendapatannya sebesar 100-200% dengan memanfaatkan platform Buangdisini.
“Dari yang pendapatan awalnya cuma 800 ribu rupiah menjadi 3-4 juta rupiah per bulan,” terang wanita yang akrab disapa Shiki tersebut.
Hal ini jelas akan membantu kalangan pemulung untuk menjalani hidup yang lebih layak, sekaligus untuk memaksimalkan pekerjaannya dengan adanya tambahan modal untuk membeli alat-alat pendukung.
Untuk sekarang, cakupan layanan Buangdisini memang masih sangat terbatas, sehingga dampak yang dihasilkan pun juga akan sangat bergantung pada hal itu.
Sejauh ini, Buangdisini baru melayani kota Malang, kota Batu, dan kabupaten Malang. Namun ke depannya, mereka sudah punya rencana untuk ekspansi ke tiga kota lain di Jawa Timur, yakni Surabaya, Sidoarjo, dan Pasuruan.