Sudah bukan rahasia kalau Indonesia memiliki banyak pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Laporan terbaru menyebutkan bahwa per Juli 2023, Indonesia memiliki 249 unit PLTU batu bara yang beroperasi dengan total kapasitas sebesar 45.638 MW.
Laporan ini dibuat oleh Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) dan Global Energy Monitor (GEM). Beberapa temuannya memberi gambaran tentang bagaimana keberadaan PLTU batu bara yang begitu banyak bisa menjadi tantangan besar bagi program transisi energi negara ini.
Dari total kapasitas yang dihasilkan PLTU batu bara di Indonesia, sekitar 23,7 persennya berasal dari 117 unit PLTU batu bara captive yang dimiliki oleh pelaku industri. PLTU captive sendiri adalah pembangkit listrik tenaga uap yang dioperasikan dan dipakai di luar jaringan listrik (off-grid) oleh pelaku industri.
Dalam laporannya, CREA dan GEM mencatat bahwa kapasitas PLTU batu bara captive yang beroperasi naik hampir delapan kali lipat dalam satu dekade terakhir, dari 1,4 GW di tahun 2013 menjadi 10,8 GW di tahun 2023. Ekspansi kapasitas ini diperkirakan hampir lima kali lebih cepat dibandingkan negara-negara lain.
Yang cukup ironis adalah, 7.273 MW atau 67 persen dari total kapasitas PLTU batu bara captive dipakai untuk menggerakkan fasilitas pemurnian (smelter) nikel, yang sendirinya merupakan komponen penting dalam baterai.
Seperti yang kita ketahui, baterai merupakan salah satu teknologi penting dalam transisi energi terbarukan, namun ternyata produksi komponennya sendiri menghasilkan emisi yang cukup besar.
“Indonesia merupakan pemasok utama logam-logam penting yang dibutuhkan untuk transisi energi terbarukan, namun banyak smelter yang sudah beroperasi maupun yang sedang direncanakan masih menggunakan tenaga batu bara,” tulis para peneliti CREA dan GEM dalam laporannya.
Laporan ini juga mengatakan bahwa lebih dari separuh usulan penambahan kapasitas PLTU batu bara hingga Juli 2023 kemarin adalah untuk kebutuhan PLTU batu bara captive. Berdasarkan dataset terbaru, ada total 14,4 GW kapasitas PLTU batu bara captive yang berstatus diusulkan atau sedang dalam tahap konstruksi.
Para peneliti tidak lupa menggarisbawahi pentingnya penyertaan penghentian PLTU batu bara captive dalam rencana nasional. Pasalnya, captive power diklaim bertanggung jawab atas seperlima dari seluruh dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh PLTU batu bara di Indonesia.
Belum lama ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengatakan bahwa Indonesia akan memensiunkan PLTU batu bara pada tahun 2058, dan pengembangan PLTU batu bara sendiri akan disetop pada tahun 2030. Semoga saja itu tidak terlambat.
Gambar header: Ella Ivanescu via Unsplash.