Sebagai negara tropis dengan cakupan wilayah yang luas, jumlah penduduk yang besar, dan industri agrikultur yang berkembang pesat, Indonesia diberkati dengan ketersediaan sumber daya bioenergi yang melimpah.
Bioenergi merupakan sumber energi terbarukan yang sangat ideal dijadikan sebagai alternatif sumber energi fosil, salah satunya di sektor ketenagalistrikan.
Indikasinya bisa dilihat dari potensi bioenergi yang begitu besar di Indonesia. Di sektor ketenagalistrikan pun, data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa kapasitas terpasang pembangkit listrik bioenergi di Indonesia mencapai 1,83 gigawatt pada tahun 2021.
Pembangkit listrik bioenergi sendiri dapat dipecah menjadi tiga jenis: pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm), pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg), dan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa).
Apa perbedaan dan bagaimana cara kerjanya masing-masing? Berikut penjelasan mengenai jenis-jenis pembangkit listrik bioenergi.
Pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm)
Secara umum, prinsip kerja PLTBm cukup mirip dengan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang memanfaatkan uap untuk menggerakkan turbin. Perbedaannya terletak pada sumber bahan bakarnya, yakni biomassa, bukan batu bara.
Dalam PLTBm, limbah biomassa padat atau tanaman energi akan dibakar dan menghasilkan uap, yang kemudian dialirkan menuju turbin untuk menghasilkan energi mekanis yang menggerakkan generator.
Dari total kapasitas terpasang pembangkit listrik bioenergi di Indonesia, sebagian besarnya berasal dari PLTBm (1,66 GW). Alasannya tidak lain karena bahan baku biomassa yang begitu melimpah, yang bersumber dari sektor perkebunan, pertanian, peternakan, dan kehutanan.
Berikut beberapa bahan baku yang umum digunakan di PLTBm di Indonesia:
- Kelapa sawit (batang, pelepah, cangkang, serat, tandan kosong)
- Tebu gula (batang, daun, bagas)
- Kelapa (tempurung, sabut)
- Karet (batang pohon)
- Padi (sekam, jemari)
- Jagung (batang, daun, bonggol)
- Kayu (serbuk kayu lapis, serbuk gergaji, limbah veneer, black liquor, limbah kertas pulp)
Salah satu contoh PLTBm di Indonesia adalah PLTBm Siantan di Kalimantan Barat. PLTBm yang telah beroperasi sejak tahun 2018 ini memiliki kapasitas 15 MW dengan memanfaatkan limbah pertanian dan perkebunan dari masyarakat setempat.
Pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg)
Tidak seperti PLTBm yang memanfaatkan limbah biomassa padat, PLTBg menggunakan limbah biomassa cair seperti palm oil mill effluent (POME) dari kelapa sawit maupun limbah cair peternakan untuk diolah menjadi energi listrik.
Dalam PLTBg, komponen utama yang diperlukan adalah mesin digester, yang bertugas untuk mengurai material organik dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob). Output yang dihasilkan digester adalah biogas, yang kemudian digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan listrik.
Di Indonesia, kapasitas terpasang PLTBg pada tahun 2021 mencapai angka 117,22 megawatt (MW). Salah satu contohnya adalah PLTBg Jangkang di Kepulauan Bangka Belitung, yang merupakan PLTBg swasta dan komersial pertama di Indonesia, dengan kapasitas produksi sebesar 1,8 MW.
Pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa)
Sesuai namanya, PLTSa memanfaatkan sampah kota sebagai bahan baku untuk penyediaan tenaga listrik. Proses konversi bahan baku sampah menjadi listrik sendiri umumnya bisa dijalankan via tiga metode yang berbeda, yaitu:
- Metode pembakaran/insinerasi untuk membangkitkan uap yang akan diumpankan ke steam turbine
- Metode degradasi termal (pirolisis/gasifikasi) bahan baku untuk menghasilkan bahan bakar gas yang selanjutnya diumpankan ke gas engine atau gas turbine
- Metode degradasi biologis sampah kota oleh mikroorganisme anaerobik untuk menghasilkan landfill gas (biogas) sebagai bahan bakar gas engine atau gas turbine
Secara umum, implementasi proyek PLTSa dijalankan berdasarkan kerja sama dengan pemerintah daerah selaku penanggung jawab pengelolaan sampah kota.
Secara total, kapasitas terpasang PLTSa di Indonesia mencapai 52,65 MW, terkecil di antara semua pembangkit listrik bioenergi yang ada. Salah satu PLTSa terbesar adalah PLTSa Benowo di Surabaya yang memiliki total kapasitas produksi sebesar 11 MW.