Sebagai sumber daya alam yang tak terbatas, energi matahari atau energi surya terus menjadi fokus utama dalam upaya untuk menghadirkan solusi yang berkelanjutan untuk kebutuhan energi dunia.
Sama seperti air ataupun angin, matahari dipilih sebagai sumber energi karena ketersediaannya yang melimpah ruah dan bisa didapat secara cuma-cuma.
Artikel ini akan menjelaskan semua yang perlu diketahui tentang energi surya, termasuk cara kerjanya, kelebihan dan kekurangannya, serta perkembangan tren pemanfaatannya.
Apa itu energi surya dan bagaimana cara kerjanya?
Secara sederhana, energi surya adalah energi yang didapat dengan mengubah radiasi matahari melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk lain, seperti misalnya listrik.
Dalam sejarah peradaban manusia, pemanfaatan energi matahari sendiri sudah dimulai sejak era sebelum masehi, tepatnya ketika manusia mulai menggunakan sinar matahari untuk menghasilkan api.
Pun begitu, perkembangan teknologi modern untuk memanfaatkan energi matahari baru dimulai pada tahun 1839. Kala itu, seorang ilmuwan asal Perancis, Edmond Becquerel, berhasil menemukan efek fotovoltaik, yang merupakan prinsip kerja dasar dari teknologi sel surya.
Proses konversi energi matahari menjadi listrik berawal ketika sel surya menyerap cahaya dan memicu pergerakan elektron di dalamnya ke sisi positif dan negatif. Pergerakan elektron ini menghasilkan arus listrik.
Selain menggunakan sel surya atau sel fotovoltaik, energi matahari juga dapat diekstraksi dengan memanfaatkan metode concentrated solar power (CSP).
Teknik ini memanfaatkan cermin atau lensa untuk memfokuskan sinar matahari ke suatu area. Sinar matahari yang terfokus ini lalu dipakai untuk memanaskan cairan, menghasilkan uap yang kemudian digunakan untuk memutar turbin dan menghasilkan listrik.
Di antara kedua metode ekstraksi energi matahari tersebut, sel surya adalah yang lebih populer. Ini dikarenakan sifatnya yang modular — dapat digunakan dalam pembangkit listrik berskala besar maupun dalam konteks residensial.
Berdasarkan data International Renewable Energy Agency (IRENA), total kapasitas pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berbasis sel fotovoltaik pada tahun 2020 mencapai angka 710 GW secara global. PLTS berbasis CSP di sisi lain memiliki kapasitas global sebesar 7 GW pada periode yang sama.
Meski kalah populer, CSP tetap memiliki potensi yang menjanjikan ke depannya. Hal ini dikarenakan PLTS berbasis CSP dapat tetap beroperasi meski matahari telah terbenam dengan menyimpan energi panas yang dihasilkan dalam medium seperti garam cair.
Kelebihan dan kekurangan energi surya
Sebagai salah satu sumber energi terbarukan, energi matahari tentu memiliki sejumlah kelebihan, utamanya terkait ketersediaannya yang sangat melimpah.
Proses konversi energi surya menjadi listrik juga tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK), menjadikannya sebagai solusi ideal bagi sektor energi untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Pemanfaatan energi matahari juga terbukti berhasil mendemokratisasi produksi listrik. Seperti yang sudah disinggung, teknologi sel surya atau sel fotovoltaik tak hanya dapat digunakan dalam skala besar saja, melainkan juga dapat dipasang di atap rumah dengan biaya yang relatif rendah.
Terlepas dari kelebihannya, energi surya juga memiliki sejumlah kekurangan. Sama seperti energi air maupun angin, pemanfaatan energi surya juga sangat bergantung pada kondisi cuaca.
Dalam pembangkit berskala besar, instalasi panel surya juga memerlukan lahan yang luas, yang tentunya dapat membatasi ketersediaan lahan untuk keperluan lain.
Kabar baiknya, kekurangan ini bisa diatasi dengan mengandalkan teknologi alternatif, seperti misalnya PLTS terapung, yang memanfaatkan wilayah perairan yang tidak terpakai.
Lebih ekstrem lagi adalah penempatan PLTS di luar angkasa, seperti yang sedang dikembangkan oleh perusahaan Inggris bernama Space Solar.
Solusi ini tak hanya menjawab problem kekurangan lahan, tetapi juga soal waktu operasional PLTS — yang tidak lagi bergantung pada kapan matahari terbit dan terbenam.
Perkembangan pemanfaatan energi matahari
Pemanfaatan energi surya terus berkembang pesat dari tahun ke tahun, didorong oleh semakin turunnya ongkos pembuatan sel fotovoltaik.
International Energy Agency mencatat bahwa per tahun 2022 kemarin, energi surya merupakan sumber listrik terbarukan terbesar ketiga setelah air dan angin, dengan kontribusi sebesar 4,5 persen dari total produksi listrik global.
Kapasitas produksi listrik dari energi surya juga diprediksi bakal melampaui batu bara pada tahun 2027 dan hampir menyentuh angka 1.500 GW.
Di Indonesia, temuan Institute for Essential Services Reform (IESR) menunjukkan bahwa pemanfaatan energi surya baru mencapai 0,2 GWp dari kapasitas terpasang.
Pada akhir tahun 2021, PLTS juga hanya menghasilkan tidak sampai 1 persen dari total yang diproduksi semua pembangkit listrik secara keseluruhan.
Kendati demikian, tren pemanfaatan energi matahari di Indonesia tengah melaju ke arah yang positif. Hal ini bisa dilihat dari semakin banyaknya perusahaan yang melakukan instalasi panel surya dalam skala besar, serta rencana pemerintah untuk mengembangkan banyak proyek PLTS baru, termasuk yang model terapung.
Gambar header: Anders J via Unsplash.