Laporan terbaru dari Organisasi Meterologi Dunia (World Meteorological Organization – WMO) menunjukkan tren yang mengkhawatirkan terkait komposisi atmosfer Bumi.
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa konsentrasi rata-rata karbon dioksida (CO2) mencapai 50% di atas tingkat pra-industri pada tahun 2022. CO2, seperti yang kita tahu, adalah penyebab utama efek rumah kaca.
Laju pertumbuhannya sebenarnya sedikit lebih lambat dibanding tahun sebelumnya, akan tetapi WMO menekankan bahwa penurunan ini kemungkinan disebabkan oleh variasi alami dan jangka pendek dalam siklus karbon.
Yang mencemaskan adalah fakta bahwa kegiatan industri terus berkontribusi pada peningkatan emisi. Laporan tersebut juga menyoroti pertumbuhan konsentrasi metana (CH4) dan peningkatan tahunan tertinggi untuk nitrogen oksida (N2O) dari 2021 hingga 2022.
Menurut Sekretaris Jenderal WMO, Prof. Petteri Taalas, konsentrasi gas rumah kaca yang terus meningkat ini akan memicu peningkatan suhu melampaui target yang ditetapkan di Persetujuan Paris apabila dibiarkan begitu saja.
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa kurang dari separuh dari total emisi CO2 tetap berada di atmosfer, sementara sekitar seperempatnya diserap oleh laut, dan sekitar 30% oleh ekosistem daratan, termasuk hutan.
Prof. Taalas menekankan perlunya mengurangi konsumsi bahan bakar fosil dengan segera, sebab selama tren emisi ini masih berlanjut, konsentrasi CO2 akan terus bertambah di atmosfer dan mempercepat peningkatan suhu global.
Bumi sekarang menghadapi konsentrasi CO2 yang tidak pernah dialami selama 3-5 juta tahun terakhir, dengan suhu 2-3° C lebih hangat dan permukaan laut 10-20 meter lebih tinggi.
Menurut Prof. Taalas, tidak ada sama sekali solusi ajaib yang dapat menghilangkan karbon dioksida berlebih dari atmosfer, namun ia menyoroti alat-alat yang tersedia, termasuk Global Greenhouse Gas Watch milik WMO.
Global Greenhouse Gas Watch dirancang untuk menyediakan pemantauan tingkat gas rumah kaca secara kontinu. Program ini mengatasi ketidakpastian dalam siklus karbon, menekankan perlunya strategi yang fleksibel dan adaptif, serta pengelolaan risiko dalam mencapai target emisi nol bersih.
Laporan tersebut mengidentifikasi area kunci yang membutuhkan pemahaman lebih mendalam, termasuk mekanisme umpan balik, potensi titik kritis, variabilitas alami dalam gas rumah kaca, dan pentingnya gas rumah kaca non-CO2.
Keparahan situasi ini juga dikonfirmasi oleh Indeks Gas Rumah Kaca Tahunan besutan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA) Amerika Serikat.
Tercatat bahwa dari 1990-2022, efek pemanasan akibat gas rumah kaca telah naik sebesar 49%. Sekitar 78% dari peningkatan ini diakibatkan oleh CO2.
Laporan ini juga mencatat peningkatan sebesar 2,2 bagian per juta (parts per million – ppm) dalam rata-rata tahunan CO2 dari 2021 hingga 2022, dengan metana dan nitrogen oksida juga memberikan kontribusi signifikan.
Gambar header: Freepik.